Sapporo, 17 Agustus 2013 |
Memori tentang perayaan hari kemerdekaan bagi saya tidak terlalu istimewa. Ketika saya kecil, momen tujuh belasan selalu diisi dengan berbagai perlombaan: lomba makan kerupuk, lomba balap karung, memasukkan paku ke dalam botol, dll. Yang saya tahu, tujuh belasan sama dengan makan-makan di malam hari lalu esoknya ikut lomba, hehe. Ketika saya SMP-SMA, momen tujuh belasan diisi dengan upacara pengibaran bendera di sekolah dan menikmati penampilan teman-teman paskibraka (prak..prok..prak.. *suara derap kaki).
Bagi saya, Indonesia adalah lebih dari sekadar momen perayaan hari kemerdekaan tujuh belas Agustus. Apakah Indonesia itu? (*tiba-tiba suara iklan di TV muncul *eh :v). Berada di suatu tanah yang bukan Indonesia meski hanya dua minggu, saya kangen dengan Indonesia. Kalo kata pepatah, rumput tetangga memang selalu tampak hijau daripada rumput kita sendiri. Makanya, gunakanlah pupuk dan rawatlah rumput kita agar juga hijau (*apasih).
Saya kangen dengan suasana Jakarta meskipun macet-panas-debu. Saya kangen jajanan pinggir jalan (*lha). Saya kangen bumbu Indonesia (betapa tersiksanya saya hampir setiap hari makan ikan mentah T_T). Di saat yang bersamaan, saya juga sedih dengan Indonesia: Indonesia yang belum maju, yang belum tertib, yang belum bebas dari kejahatan korupsi, yang masih banyak anak yang belum menikmati hak pendidikan, yang masih banyak pengangguran, yang masih hidup di bawah garis kemakmuran, yang masih sering konflik berbau SARA, dan seterusnya. Miris. Yah, negeri saya tercinta memang masih belum merdeka seutuhnya.
Di negeri sakura, saya menyandang identitas 'saya orang Indonesia', meskipun kita tahu Indonesia itu tidak terdefinisikan. Kita bukan terdiri atas satu suku bangsa saja, bukan terdiri atas satu agama saja, ataupun bukan terdiri dari satu kebudayaan saja. Indonesia memang terlalu 'kaya', ibarat raksasa, negeri kita masih terlelap.
Kita memang secara luar memang sudah merdeka, dalam artian, kita sudah bebas dari jajahan bangsa asing. Namun, masih ada level-level merdeka berikutnya yang harus dicapai. Merdeka dari kebodohan, kemiskinan, intervensi asing, dll. Wuih,,berat banget ya bahasanya..Hehehe. Kita tidak mungkin mampu mengatasi semua itu sendiri. Memang harus bersama-sama membangun negeri kok. Jika kamu seorang pekerja, bekerjalah yang jujur. Jika kamu seorang mahasiswa, belajarlah dengan serius. Jika kamu seorang ayah/ibu/suami/istri/anak, bangunlah keluargamu sebaik mungkin. Kalau kata ibu-ibu PKK, keluarga adalah pondasi membangun negara. Jika kamu berkelana keluar negeri, kemanapun itu, jagalah nama bangsa, negara, dan agamamu. Setidaknya meskipun kamu tak bisa mengubah kondisi Indonesia saat ini, janganlah memperkeruh suasana.
Sudah takdir saya menjadi seseorang yang berkebangsaan Indonesia. Masih boleh bagi saya menggantungkan cita dan harapan buat negeri ini. Mungkin generasi saya belum menikmati kemerdekaan seutuhnya. Tak apalah, Semoga generasi berikutnya bisa menikmati Indonesia yang lebih baik. Amiin.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar