Salah satu metode yang jamak dilakukan oleh jurusan
arsitektur lanskap adalah metode scenic beauty estimation alias SBE. Metode ini adalah pendekatan dalam upaya
mengkuantifikasi suatu keindahan objek oleh pengamat tertentu sehingga dapat
diperkirakan nilai estetikanya (ebuset..awas mabok). Apapun bisa di SBE-in:
taman, hutan, tajuk pohon, gunung, segala objek alam, bahkan mungkin orang yang
ditaksir (eaa...).
Hal yang menyebalkan dari metode ini adalah ketika kau harus
mengumpulkan responden untuk diminta melakukan penilaian. Pernah disuruh ngisi
kuesioner online sama temen? Pernah diminta sama mbak-mbak/mas-mas di tempat
umum untuk mengisi semacam angket? Mengisi SBE mirip-mirip seperti itu. Pasti
rasanya malas ya?
Sebagian orang merasa sangat malas untuk mengisi.
Padahal, mengisi kuesioner adalah pekerjaan paling gampang
sedunia yang mikirnya gak pake lama. Tapi ya tetep aja sebagian orang merasa
malas dengan pekerjaan yang paling gampang itu, hahha.
Mungkin karena mereka hanya dibalas dengan ucapan ‘terima
kasih’, wkwkwk.
Kebayanglah betapa pusingnya saya mencari responden untuk
mengisi SBE penelitian saya. Walhasil temen saya Ray menyarankan saya untuk
membuat acara berkedok ‘silaturahmi’ kelas. Jadi saya membuat woro-woro jarkom
ke tiap angkatan untuk hadir ke kelas. Saya dibantu Ray juga menyiapkan nasi
padang sebagai upah mengisi kuesioner. Gaji dari dosen pembimbing saya habiskan
saja untuk beli nasi padang.
Dan ketika di kelas, ketika sebagian besar peserta ‘silaturahmi’
sudah tiba, awalnya saya membuka acara dengan sesi memperkenalkan diri
masing-masing. Setelah itu, saya mengumumkan bahwa maksud dibuat acara itu
adalah untuk membantu saya sebagai responden SBE. Kontan sebagian besar
teman-teman saya protes, ahahaha. Ada udang di balik batu. Yeah, cincailah.
Dikasih nasi padang juga nurut. Hahaha.. Akhirnya kuesioner SBE saya berhasil
mendapatkan 30 responden.
There is no free lunch. Saya butuh jawaban, responden butuh ‘imbalan’.
Beberapa teman mengatakan sambil berkelakar kalau ini ‘penipuan’. Saya balas
saja dengan mengatakan bahwa mungkin kalau saya mengundang dengan lugas bahwa
saya meminta mengisi kuesioner SBE saya mungkin tidak akan ada yang datang. Teman-teman
saya lantas tertawa, nyengir. Mungkin membatin. I don't care.
Setidaknya saya jadi tahu betapa susahnya mengumpulkan
jawaban responden via kuesioner. Pelajaran moral: bantulah temanmu yang meminta
kamu sebagai responden (meski tanpa imbalan nasi padang). Mana tahu di masa
depan kamu yang justru akan meminta bantuan mereka, entah apa pun itu.