Entah kenapa saya baru menyadari keindahan taman terluas di Kampus IPB Darmaga ini. Apalah artinya sebuah taman? Begitu anggapan saya dulu. Dan sekarang, saya mulai menikmati beberapa titik keindahan yang lebih 'serius'. Batu-batu alam dan pavingnya yang tersusun cukup 'adem' di mata saya. Untunglah bukan aspal, apalagi peluran semen. Taman ini tampak kalem. Tenang.
Lampu. Hanyalah ornamen pelengkap di dalam keberadaan sebuah taman. Berperan sebagai penerang, pemberi cahaya yang memikat laksana matahari di kala malam. Dosen saya dulu pernah menceritakan bagaimana indahnya cahaya lampu Plaza Akademik yang kemudian dirusak oleh orang-orang yang tak bertanggung jawab - lebih kasar lagi mungkin mereka yang hatinya telah mati oleh rasa memiliki.
Ketika lampu-lampu kembali dihidupkan, saya merasa gembira. Lampu berpendar, meski tak begitu menerangi. Beberapa titik ditata lampu-lampu secara apik. Pendarnya membuat saya terlena, teringat lampu-lampu di lingkar Kebun Raya dulu, yang bertiang hijau dengan pendar kuning temaram yang kini telah berganti.
Gladiator IPB. Bentuknya unik. Outdoor classroom. Kotak ruang kelas memang tak selamanya menyenangkan. Adakalanya kami menduduki tempat ini. Tak ada atap, tak ada tembok, tak ada penyejuk ruangan. Sang pemberi materi harus ekstra menambah volume suara. Ekologis. Tampak biasa. Tetapi, suara kicau burung, angin, dan gemerisik daun tentunya tak akan kau rasakan saat kau berada dalam kotak ruang kelas. Di tempat ini, bisa.
Cuma spot tempat duduk. Kotak saja. Tapi cobalah duduk di situ. Ada pohon kelapa dan pulai. Tak jauh dari situ ada kantin Plasma yang hanya selemparan batu. Saya berharap ada lebih banyak mahasiswa yang hinggap di tempat ini. Tetapi hati-hati. Pelepah kelapa tak tahu kapan jatuhnya.
Area terluar dari Plaza Akademik. Namanya jalur pejalan kaki. Berjalanlah di atasnya, jangan di aspal jalan. Saya suka warna hardscape-nya: merah bata pudar. Jalan lurus ini membawamu ke berbagai tempat di IPB.
Tidak ada komentar :
Posting Komentar