Awal bulan Desember ini, aku dan teman kerjaku mengikuti sebuah sayembara desain lanskap. Yeah, itung-itung menguji skill dan kreativitas seperti zaman mahasiswa dulu. Kebetulan temanku ini lulusan dari Lansekap Trisakti. Dan usianya pun terpaut sekitar hampir 20 tahun dariku. Aku 23 tahun, dia 40 tahun (tapi aku menganggapnya sepantaran saja.hehe). Tentunya keahlian dan pengalamanku enggak ada apa-apanya jika dibandingkan dengannya. Ini yang bikin aku tertarik, menjajal lagi kemampuan desain dengan seorang yang berbeda: usia, latar belakang pendidikan, pengalaman, dan jam terbang. Oiya, meskipun aku menganggapnya teman, aku selalu memanggilnya dengan ‘Pak’. Hehe..
Maka dimulailah sayembara ini dengan melakukan technical meeting dan feel the land tapak yang akan didesain. Aku dan teman kerjaku pun mulai bekerja: mendiskusikan konsep yang bagus dan merencanakan jadwal kerja untuk melakukan proses mendesain. Yeah berhubung aku pagi mesti masuk kerja, maka begitu sore aku langsung tenggo ke tempat Pak Trie. Lumayan capek, tapi kepalang semangat jadi aku bawa enjoy sajalah :D
Konflik pun terjadi. Dua kepala memang lebih baik tapi ternyata banyak pertentangan ide diantara kami. Saat kuliah dulu mungkin pertentangan ide berada pada suhu yang relatif sama karena bersama teman kuliah. Sekarang partnerku jauh berbeda dengan orang-orang yang dulu kutemui. Aku juga merasa mungkin pengaruh pemikiran kuliah yang cenderung teoretis dan textbook memenuhi pikiranku setiap hendak mengambil keputusan. Bener nggak ya? Bukannya teorinya gini ya? Sementara Pak Trie dengan santai mengambil langkah-langkah yang sering membuatku mengernyit bingung.
Dan begitulah, tiga minggu berlalu. Luar biasa capek yang aku rasakan. Mesti pintar-pintar mengatur jadwal. Sering aku pulang tengah malam dari rumahnya, hingga di detik-detik terakhir jelang deadline pengumpulan aku menginap. Tetapi ada hikmah dari kegiatan yang aku lakukan ini. Mengambil keputusan untuk menambah kesibukan memang bukan hal yang menyenangkan..kurasa awalnya begitu. Tetapi ternyata ada banyak hal-hal baru yang aku pelajari juga: Pak Trie tidak toleransi untuk gambarku yang tidak presisi, tarikan garis di sketch-up yang sering melayang, menegurku yang sepat ogah-ogahan gambar (pram, belajar! Pram, ayo cepat target kita tgl sekian dah masuk perspektif!) atau speed menggambarku yang dia rasa terlalu lama. Semakin banyak ngobrol dengannya aku jadi tahu bahwa lanskap tidak sekedar menggambar saja. Semakin aku tahu juga bahwa beliau pernah kerja di konsultan desain maupun pemborong. Biasa berpikir praktis, logis, dan terarah. Beda banget sama pikiranku yang masih suka meledak dar der dor,hahaha..
Hingga akhirnya gambar kami selesai, kami bersyukur sekali. Ingin menjadi juara adalah harapan manusiawi kami, tapi aku merasa ada hal yang lebih berharga ketimbang menjadi juara. Aku memang mesti banyak belajar lagi..apapun itu. Belajar.
Yeah, hidup memang selalu belajar. Bismillah.