expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>
Tampilkan postingan dengan label lanskap. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label lanskap. Tampilkan semua postingan

Rabu, 30 Desember 2015

Jalan-jalan ke Taman Spathodea, Jakarta Selatan

Menuju ke Taman Spathodea? Susuri saja Jalan Kebagusan Raya. Taman ini nampaknya selalu ramai. Meski dari luar nampak kecil, ternyata ketika masuk ke dalam, taman ini memanjang ke belakang. Taman ini tergolong taman yang cantik. Ada elemen air, ada plaza, pepohonan juga banyak, ada area bermain anak, bahkan ada area untuk outdoor fitness. Wuih.. :D


Taman Spathodea dan kolam utamanya yang ditumbuhi teratai

Kolam di sisi utara. Saya suka permainan garis lengkungnya. Kesannya dinamis dan menarik gitu :D

Outdoor fitness di Taman Spathodea. Asiiikkk.. 


Idea developer, partner in haters, hahaha.. Temen gw yang paling bisa ngompor-ngomporin gw buat menyadarkan gw untuk 'setia' dengan menggambar. Yeah, Menggambar. Ada pesan yang dapat dibawa melalui gambar. Visual memang salah satu faktor penting dalam memahami suatu makna. Enjoy! :D

Selfie sambil nyeketsa biar nge-hits. Ahahah.. Apa cuma gw yang suka duduk di rumput taman? Cobalah. Seru lho duduk-duduk/guling-guling/tidur-tiduran di taman :D

Rumput tetangga selalu lebih hijau. Makanya mupuk rumput tu yang bener, jangan lupa disiram jiahahahaha
Area parkir di Taman Spathodea ini agak terbatas, jadi kalo kamu ke sini bawa mobil ya mesti sabar-sabar aja karena ruang terbatas. Kalo motor sih masih bisa nyempil-nyempil.hehe. Fasilitas publik seperti ini menurut saya yang harus digencarkan di ibukota Jakarta. There are too many shopping mal in Jakartal! Kenapa harus selalu pergi ke mal? Pergilah ke taman. Nikmati udara, suasana, angin, suara burung, suara orang ngobrol, suara orang bermain bola, panas, rindangnya pepohonan,,

 Menyelamatkan ruang terbuka yang masih tersisa dengan bikin taman kaya gini setidaknya menenangkan jiwa kita sebagai makhluk alam yang seharusnya 'akrab' dengan ruang luar bukan? :D

Jalan-jalan ke Taman Dadap Merah, Kebagusan, Jakarta Selatan

Taman Dadap Merah ini letaknya memang tersembunyi. Lokasinya ada di Jalan Kebagusan Dalam. Untungnya ada rambu yang membantu kita menemukan taman ini. Tamannya asrii banget. Ada drainase yang inlet airnya berasal dari Lenteng Agung. Sayang, ketika saya datang lagi banyak sampah dan agak berbau. Itu aja kekurangannya sih, faktor luar yang kurang menyenangkan. Hehe..

Rapiii

Saya suka sama drainase ini, mengingatkan saya dengan Arung Jeram di Dunia Fantasi, wahahahah

Lari tiap hari bakalan ngurangin lemak ini. Ahahaha. seger daah

Bersama teman saya sejak S-1 dulu. Bukannya nikmatin taman malah sibuk nyebutin nama-nama tanaman dan kegunaannya di lanskap :D

Yuk kita jaga kebersihan dengan membuang sampah di tempat sampah. Apalagi tempat sampahnya keren kayak gini. Bertahun-tahun sekolah terus masih buang sampah sembarangan?? Ke laut aja dah :D

Variasi tanaman yang lumayan banyak, hamparan rumput, papan peringatan taman, tempat sampah, bangku-bangku taman, fasilitas bermain anak, secara umum sudah bagus di sini :D
Jakarta memang kota yang menyebalkan, macet, polusi, bising, dll. Tapi, dibalik segala kejelekan Jakarta, masih ada pesona yang ia miliki. Salah satunya ya taman kecil ini. Kecil sih, tapi menurut saya pribadi udah luar biasa banget membantu mata pikiran dan hati saya senang, hahaha.. Jadi, jangan cuma main ke mall aja. Mainlah ke taman, oke :D

Minggu, 18 Oktober 2015

Saat Lanskap Bicara (2)


Lantai 6 Gedung Andi Hakim Nasoetion (Gedung Rektorat) IPB adalah spot terbaik untuk menikmati lanskap Gunung Salak. Gunung yang menjadi lambang Kota Bogor ini sebenanrnya secara administratif masuk ke dalam wilayah perbatasan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Sukabumi. Naik saja lift atau tangga ke lantai 6 saat cuaca sedang cerah. Sekedar memanjakan mata, tak ada salahnya.

Hampir tujuh tahun yang lalu saya tidak pernah ke lantai ini. Terakhir kali, saya menikmati pemandangan gunung ini bersama beberapa teman saya. Teman-teman saya kini telah kemana-mana. Mungkin lantai 6 ini menjadi salah satu vantage point memori indah saya. Meskipun Gunung Salak saat saya ambil gambar tidak begitu cerah, masih cukup terlihat suguhan keindahan yang membuat saya lupa sejenak akan kemacetan Darmaga yang semakin menjadi-jadi. Don't blame the traffic, we are the traffic.



Kampus ini layaknya benteng terakhir. Rumah, bagi sekian banyak tegakan pohon serta satwa liar yang ada di kawasan Darmaga. Kawasan Darmaga semakin berubah sekarang-sekarang ini. Ruang-ruang hijau perlahan menghilang seiring banyaknya manusia yang bertambah.

Banyak yang memanfaatkan kawasan kampus untuk berolahraga: pagi, siang, sore, bahkan malam. Rasa memang tidak pernah bohong. Rasa nyaman yang tidak mungkin digantikan dengan dinginnya hembusan penyejuk udara. Di kampus ini, masih ada tersisa kesegaran suasana lingkungan yang asri untuk dinikmati. Masih ada arboretum, taman rektorat, taman segitiga, kebun percobaan Cikabayan, hutan belakang asrama, jejeran pepohonan.. Meski panas menyengat,setidaknya tak begitu banyak asap kendaraan dan rentetan klakson kendaraan menyergap di kampus ini.



Saya senang dengan kampus ini. Bagaimanapun juga, saya disuguhkan dengan suasana lingkungan yang masih alami. Misalkan saat saya lulus nanti, dan saya harus bekerja di tengah-tengah kota, saya akan merindukan segalanya. Yang menyenangkan maupun tidak. Pasti.

Selasa, 13 Oktober 2015

Flona 2015

Foto-foto berikut saya ambil saat mengunjungi Pameran Flona 2015 di Lapangan Banteng Gambir, Jakarta Pusat. Enjoy!

Pedestrian di sisi Jalan Katedral. 


Benda Cagar Budaya, Gereja Katedral

Desain taman oleh Dinas Pertamanan dan Pemakaman Provinsi DKI Jakarta. Can you guess them all? He..he..

Puring kuning

Jakarta Utara

Eye catching

One thousand islands!! Harus pergi ke sana untuk snorkeling lihat taman bawah laut. Hehe..

Begonia

Kembang kancing

Sebenernya kasian sama bunga-bunga ini. Cuaca Jakarta itu extremely hot!! :O

Ipomoea

Welcome Area

Planter box

Lovely composition. Adem liatnya.. :)

Pagar ekologis, dari pucuk merah

Bapak dosen dan mahasiswa-mahasiswanya

Cici kelincii

Petunia

Baru tahu pohon zaytun kayak begini.. :D

Kemuning

Stand-nya IALI 

Bagusnya ini dililitin tanaman-tanaman menurutku.. Ku pikir ini festival payung, he..he..




Rabu, 23 September 2015

Jalan Margonda, Kondisimu Saat Ini..

Apa cuma saya yang merasa bahwa kota belimbing ini lanskap jalannya nggak keliatan apik ya??

Mungkin itulah gunanya studi banding. Berkesempatan melihat-lihat kota lain di bumi ini sedikit demi sedikit mempengaruhi persepsi saya mengenai standar lanskap jalan suatu kota. Salahkan jurusan saya, arsitektur lanskap, yang hobinya ngebawelin segala rupa (wkwkw...). Sejak saya SD, saya sudah sering main ke kawasan jantung Kota Depok ini. Kalo kata si Ray, kawasan jantung kota ini sudah 'ditusuk-tusuk' dengan segala macam bentuk rupa bangunan dan embel-embelnya.. Wajarlah kalau kota ini kehilangan banyak darah.. *lebhayy..

Kota ini diapit oleh Jakarta dan Bogor serta dilalui jalur transportasi KRL Bogor-Jakarta sehingga tak heran kota ini semakin dinamis. Dulu, ada banyak pohon angsana besar-besar di kiri-kanan Jalan Margonda.  Jalanan belum selebar sekarang. Pertokoan juga. Mal juga baru ada satu. Sekarang? Wuih, silahkan datang sendiri ke sana :D Tampaknya pemkot kebingungan menyiasati cara untuk menata lanskap Jalan Margonda: bangunan keburu sudah berdiri, dan volume kendaraan meningkat dan membutuhkan tambahan lahan.

Berikut beberapa poin penting yang saya temui di Jalan Margonda.


1. Trembesi di tengah median jalan Margonda



Niat mulia untuk menghijaukan kota tetapi tidak mengetahui penataan tanaman yang tepat. Begitulah kira-kira yang saya pikirkan. Median jalan yang membatasi jalur dari dan menuju Jakarta ini ditanami trembesi (Samanea saman). Suatu jenis pohon peneduh yang populer (udah lama populernya). Contoh yang bagus bisa pembaca lihat saat berkunjung ke kawasan Kota Wisata Cibubur. Jejeran trembesi ditanam dengan menyediakan space yang cukup untuk kebutuhan perkembangan akar pohon. Bandingkan dengan kondisi trembesi di tengah Margonda raya ini. Sedih melihatnya. Sudah terjepit beton jalanan, kanstin, nggak kebayang perkembangan akar trembesi ini.. :( Menurut saya, pemkot bisa menanam tanaman tipe penutup tanah atau semak rendah saja yang tidak terlalu membutuhkan ruang banyak untuk perkembangan akar. Bisa pakai soka, oleander, bugenvil, teh-tehan, dsb.

Mau nanam di kiri-kanan jalan juga nggak bisa. Udah keburu penuh dengan bangunan.

2. Mulai banyak bangunan tinggi-tinggi


Di jalur utama Kota Depok ini mulai banyak bermunculan bangunan-bangunan tinggi. Mal, hotel, apartemen, menjamur di kiri-kanan jalan. Entah perencanaan kotanya atau apa, menurut saya kurang tersegmentasi dengan jelas. Zonasi, belum terbaca. Sepanjang jalan full dengan bangunan. Mata saya agak lelah dengan pemandangan di sepanjang Jalan Margonda ini. Kebanyakan iklan, baliho, poster, dll. Terlalu banyak tulisan, mengacaukan konsentrasi. Padahal, jika pembaca berkunjung dari arah Jakarta menuju Jalan Margonda, akan tampak pemandangan Gunung Salak nun jauh di Bogor sana (*syarat dan kondisi berlaku, hehe). 

Ngomong-ngomong Depok ini mana ya taman kota-nya? (Itu..Kampus UI)... *lempar pot kembang*

3. Jarang ada jembatan penyeberangan orang (JPO)


Saya memfoto JPO ini di salah satu segmen di Jalan Margonda. Kenapa harus muter-muter begitu ya? Trus itu pijakannya gede-gede banget. Kalau ada orang yang berkebutuhan khusus, misalkan penyandang cacat/pengguna kursi roda mau menyeberang jalan, bagaimana?Itu licin nggak kalo hujan? Kemiringannya udah nyaman belum? (*ngomel teroooss...*).

Demi alasan keselamatan sebagai alasan utama (abaikan desain kenyamanan dll), saya akan pakai jembatan ini untuk menyeberang jalan. Asli, Jalan Margonda ini super ramai. Berbahaya untuk menyeberang! Bukan hal yang aneh kalau kondisi lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia ini sangat kacau: ngebut sepuasnya, pepet-pepetan, main klakson, hrrrrrr.. Perlu ada banyak JPO di sepanjang jalan ini. Bahkan jalanan yang tersedia zebra cross dan ada rambu "utamakan penyeberang jalan", dikasih lampu lalu lintas, dikasih undukan di sepanjang jalan agar kendaraan melambat, kayaknya nggak signifikan nyata berpengaruh dah... Bersyukurlah masih nemu JPO di beberapa titik di jalan ini, meskipun kurang nyaman dan aman.. FYI banyak juga penyeberang jalan nekat nyeberang Jalan Margonda ini lalu nunduk-nunduk nyelip masuk pagar median jalan. Waduh..

4. Jangan harap bisa berjalan dengan nyaman di pedestrian




Jalur pedestrian di kiri-kanan jalan ini mungkin sebenarnya udah ada, udah dibikin, tapiiii...well.. lihatlah pada foto di atas. Lupakan hak pejalan kaki. Lupakan kenyamanan, apalagi masalah desain. Prinsipnya adalah berjalanlah paling pinggir agar tidak disenggol kendaraan yang lalu lalang. Apalagi saat ini kendaraan sepenuhnya parkir di bahu jalan. Suka kepikiran, jadi gunanya ngelebarin jalan cuma buat jadi  lahan parkiran?

Banyak banget plang yang penempatannya nggak tepat. Rambu-rambu larangan banyak banget juga kayaknya nggak ngefek. Sorry to say, seperti nggak berdampak. Belom lagi para pedagang yang masuk ke wilayah pejalan kaki. Bener-bener pusing pala berbi. Ada benernya kata temen saya, orang Indonesia rata-rata malas jalan kaki. Dikit-dikit mobil, dikit-dikit motor. Ya jangan nyap-nyap kalo jalanan macet. Sedihnya, yang niat pengen jalan kaki malah nggak difasilitasi. Yang difasilitasi hanya yang punya kendaraan. Karena taraf kesuksesan dan kemakmuran diukur dari kepemilikan kendaraan,, ya beginilah jadinya. Nggak adil. Hanya menyediakan ruang untuk pejalan kaki susahnyaaaaa minta ampun.

Sebenarnya ilmunya sudah ada, konsepnya juga udah. Tinggal bagaimana keseriusan menerapkan di lapangan. Jalan raya sejatinya merupakan ruang publik dan masyarakat pengguna jalan berhak mendapatkan rasa nyaman dan aman. Selain desainnya perlu dibenahi, perilaku masyarakat juga harus di-upgrade gitu..

Perilaku..waduh.. gimana dah tuh ribet nyeritainnya :D

Mau jalan nyaman di Jalan Margonda, hm,,kapan yaa.






Senin, 17 Agustus 2015

Tamasya ke Sulawesi Tenggara: Baubau! (1)

“Twenty years from now you will be more disappointed by the things you didn’t do than by the ones you did do.” – Mark Twain



Di usia saya yang sudah seperempat abad lebih ini, saya belum pernah menjejakkan kaki di salah satu pulau besar Indonesia yang morfologinya sungguh unik itu. Sejak saya kecil, saya pernah membaca sebuah fabel yang dikisahkan bahwa di Sulawesi terdapat hewan anoa, babirusa, dan burung maleo. Saya yang jawa-sentris, tak ragu menolak ajakan Ray, teman kelas kami asal Sulawesi, untuk mengunjungi tanah kelahirannya, Sulawesi Tenggara. Asli, saya pengen banget bisa ke Sulawesi. Bersama bro Refi, jadilah kami bertiga ini, om-om IPB (huaahaha..), siap untuk jalan-jalaaan.. bismillaaah..

Sulawesi Tenggara? Dimanakah itu? 

Dari Dramaga, kami ngangkot dengan harapan bisa naik Damri jam 9 malam. Eng..ing..eng.. dan ternyata kami ketinggalan Damri. Whew...jadilah kami naek taksi dari Baranangsiang sampai Soekarno-Hatta. Kami bermalam di teras bandara sambil makan bekal martabak yang kami bawa dari Dramaga. Ketika kami hendak shalat Isya, ternyata mushala tutup. Kami bertiga duduk dan tidur-tidur ayam sambil menunggu waktu berlalu. Jam tiga pagi, kami diperbolehkan masuk. Setelah shalat Isya-istirahat bentar, kami bertiga masuk ke pesawat sekitar pukul empat pagi. Kami shalat subuh di dalam pesawat.

Suasana penerbangan di dalam pesawat Lion Air dari Soekarno-Hatta menuju Hasanuddin Makassar. Sebagai staf ahli dokumentasi, saya udah latih tangan saya untuk berswafoto alias selfi dengan berbagai gaya :v

Seumur-umur ini adalah penerbangan paling pagi yang pernah saya alami. Saat itu sedang hangat-hangatnya pemberitaan mengenai kecelakaan yang menimpa salah satu maskapai udara. Saya sempat khawatir, tetapi toh bagaimanapun maut di tangan Allah. Saya meyakinkan diri untuk terbang. Bismillah. Dan ternyata menurut Ray dan bro Ref (saya tertidur pulas pemirsa,, zzz) pesawat sungguh luar biasa terguncang. Cuaca memang sedang tidak bersahabat di wilayah Indonesia Barat. Saya sempat melek sebentar, memang kaya suasana di dalam angkot lagi gajluk-gajluk gitu sih. Terus, saya tidur lagi deh. Melek-melek pas udah mau tiba di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar untuk transit. Selama transit, Ray dan bro Ref bercerita bahwa sepanjang perjalanan berdoa karena khawatir dengan turbulensi pesawat yang lumayan. Saya justru bobo kebo,zz.

Setelah menunggu, pesawat kami berikutnya membawa kami ke Baubau.

Bandara Sultan Hasanuddin. Kayaknya emang di Indonesia itu banyak raja ya, kita ini dulunya negeri sultan-sultan gitu lho.. Ada Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh, Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, Sultan Thaha Jambi, Sultan Mahmud Badaruddin II, whew...

Interior Bandara Sultan Hasanuddin. Makan dan jajan di sini hati-hati ya, hati-hati mahal :v Saran saya mending siap-siap bawa kue/roti yang cukup buat ngganjel perut. Lumayan mahal makanan sekelas bandara bro. Kalau terpaksa, nyeduh mie instan aja biar irit


Penerbangan kami menuju Baubau delay karena cuaca buruk. Di luar tengah hujan lebat. Kata Ray cuaca di seputaran Makassar memang labil, suka berubah-ubah. Hrrr..sesaat saya jadi jiper. Semakin delay semakin telat dah ini ke Baubau. Sejam kemudian kami berangkat. Btw ini kacanya bisa buat syuting AADC Cinta-Rangga tuh pas adegan ketemuan.. hahaha..
 “The world is a book, and those who do not travel read only one page.” – Saint Augustine. Subhanallaah..maaak.. ini bagus bangeeet.. saya berasa lagi naek wahana elang-elangan di Du*an tapi viewnya keren bingit kaya begini. Itu ada pulau lucuuu.. (Dok: Ray)
Ada banyak pulau karang alias atol yang terhampar cuantiiik... Kebayang dah snorkelingan atau mainan air di pantai... (Dok: Ray)

Liat baling-baling bambu di sisi kiri? Haha..yakali dari bambu. Itu baling-baling pesawat. Tuh, awan-awan berhamburan. Langit biruuuu... awan putiih.. terbentang indah lukisan yang kuasa -kata Sherina. Sepanjang perjalanan, Ray sebagai pemandu wisata kami, menjelaskan berbagai nama pulau yang terhampar. Perjalanan 45 menit jadi nggak kerasa deh. Seruu.. Eits, itu bukan daratan Sulawesi ya, itu adalah kepulauan yang ada di sekitar Baubau (Dok: Ray)

Naah..itu dia Kota Baubau! Kota Baubau merupakan kota terbesar dan utama di Pulau Buton. Mungkin anak Indonesia kebanyakan hanya tahu kalau Pulau Buton adalah pulau penghasil aspal..termasuk saya, hehe..

Semakin mendekat ke landasan pesawat...dan..


Tadaaa.. inilah Bandara Betoambari Baubau... 

Pas turun dari pesawat berkapasitas sekitar 70 orang ini, saya baru ngerasa ngeri. Kecil juga ya ini pesawat, batin saya. Jangan salah, yang lebih kecil dari ini ada lho - kata Ray. Hrrrrr... Yang lucu adalah penumpang yang beruntung bisa nunggu barang di ekor pesawat, wkwk

Foto keramat nih, foto pertama kami om-om IPB swafoto di Baubau, hahaha..
Kami bertiga tiba di Bandara Betoambari Baubau sekitar pukul dua belas siang. Kami dijemput omnya Ray lalu kami jalan-jalan ke kompleks perkantoran pemerintahan Baubau Palagimata. Oya, sebelum ke Palagimata, kami ke Labalawa dan Waborobo, kampung budaya yang bahasanya beda (padahal dua kampung itu tetanggaan cuma dibatasi pagar tapi bahasanya beda :v). Labalawa merupakan jejak Kerajaan Tobetobe sebelum ada Kerajaan Buton. Sebelum berbentuk kesultanan, Buton dahulunya merupakan kerajaan. Raja pertamanya adalah orang Cina yang lari dari peperangan Jawa-Cina. Menurut narasumber sejarah kami, Ray (*halo master sejarah..), si orang Cina itu nggak mau pulang ke Cina karena takut dipenggal Raja Cina karena kalah perang dengan Jawa. Orang Cina yang tiba di Pulau Buton itu akhirnya membuat Kerajaan Buton deh.

Lanjuut.. dari dua kampung budaya itu, perjalanan kami lanjutkan ke kompleks perkantoran Palagimata. Palagimata merupakan kawasan pemerintahan Baubau yang letaknya lumayan tinggi, ada di atas bukit. Strategis banget untuk melihat-lihat pemandangan. Disana kami melihat ekor naga. View Kota Baubau ke arah laut sungguh luar biasa luaaas sekali. Orang Baubau biasa berkumpul alias nongkrong menikmati suasana di Palagimata. Vitamin yang bagus untuk mata nih bro, sist, hehehe. Tampak pulau Muna di seberang Baubau beserta pulau-pulau kecil lain. Palagimata, yang merupakan bahasa setempat berarti sejauh mata memandang, serupa dengan definisi lanskap lho yang artinya sejauh mata memandang juga. Lebih lengkapnya, silakan buka Landscape Architecture karangan Om John Ormsbee Simonds dan Om Barry W Starke ya, hahahaha..

Wuih..kok bisa ada konektivitas ya?

Selepas dari Palagimata, kami tiba di suatu benteng asli buatan orang Baubau. Namanya Benteng Baadia. Ecodesign banget, materialnya diambil dari daerah setempat. Batu karang gitu. Tanah Pulau Buton menurut cerita Raya memang muncul dari dalam laut. Banyak batu di pulau ini. Oya FYI benteng di Pulau Buton ini ada banyak lho, dan semua asli buatan mereka tanpa campur tangan orang asing.

Ada ekor naga. Dimana ya kepalanya? Ahahaha..(Model oleh bro Ref)

"Fokus ke bentengnya, jangan ke orangnya" :v

Kejuu...!
Setelah puas muter-muter di Benteng Baadia, swafoto, serta bikin video (bhwehheeh), kami melanjutkan perjalanan ke Keraton Buton. Keraton? Yeay..keraton nggak cuma ada di Jawa bro! Di Baubau, ada juga namanya keraton. Keraton, secara asal kata adalah keratuan. Ratu artinya raja/penguasa. Jadi di keraton berlangsung kegiatan politik pemerintahan. Keraton Buton posisinya cukup tinggi. Kamu bisa menikmati lanskap Baubau dan pulau-pulau di sekitarnya. Ada banyak bangunan dan benda-benda bersejarah terkait Keraton Buton ini. Wuih. Seruuu.. Semakin cetar membahana terpampang nyata deh kalo negara kita ini memang sangat kaya akan sejarah budaya! Lebih lengkap tentang Keraton Buton, silakan cek blognya Ray ya bro, hehehe.

Kami lalu turun dari keraton untuk makan siang. Porsi makan orang Buton itu buanyaaak banget. Kami disuguhi ikan baronang bagian ekor dengan saus kacang (dan meski ekor itu ikan ukurannya gede banget) serta sop daging dengan porsi nasi yang bisa buat 2-3 orang. Alhamdulilah kuenyaang.. Kami lalu menuju penginapan. Saya dan bro Ref ke penginapan sedangkan Ray tinggal di rumahnya (sumpah rumahnya deket banget, tinggal jalan 5 menit. Haha..). Beberes dan istirahat sebentar, kami kemudian nongkrong di Pantai Kamali yang tak jauh dari penginapan kami. Makan gorengan dan pentol bakso. Sedaaapp.. Oya disini gorengan agak mahal, saran saya mending makan pentol bakso aja. Dibuat dari ikan dan asli enaak banget. Makanya di pinggir pantai gitu, ngeliat suasana malam Baubau. Hmm..angin laut memang segar..

Sejam berlalu, kami pulang untuk istirahat. Daah

Ada suatu batu yang menjadi landmark kawasan Keraton Buton. Namanya Batu Wolio atau Batu Yi Gandangi. Ini merupakan tempat untuk memandikan Sultan Buton saat pelantikan. Belum ke Baubau kalau belum menyentuh batu ini, begitu cerita Ray. Ada semacam ceruk kecil berisi air. Katanya, kita beruntung kalau kita datang terus ceruknya berisi air. Nah, pas kami datang, ceruknya tidak ada air. Langsung deh kami nyeletuk "Yah, nggak ada airnya." Lalu tak lama berselang, terdengar gemuruh datang dari arah laut..brsssss...hujan langsung turun mengguyur kami (Dok: bro Ref)

Masigi Ogena alias Masjid Keraton Buton, masjid pusaka ini broo.. Jangan lupa mampir tuk shalat di sini ya. Ini merupakan masjid pertama di Sulawesi Tenggara

Menikmati Pantai Kotamara di sore hari ( fokus ke pantainya jangan ke orangnya *huahaha). Pantai Kotamara ini tipikal waterfront city yang sebenarnya keren banget lho. Ada rumah susun di dekat pantai, aturan sempadan pantai juga diterapkan dengan baik. Masyarakat bisa menikmati view laut lepas (tentunya menikmati angin laut yang segar juga, hehehe). Saat kami datang, tampak belum dirapikan gitu...
Duduk-duduk di sini sambil merem melek..uuh..aseek

Best view - menurut saya. Tipikal waterfront city yang keren nih.. Ini Indonesia lho, ada juga kan tempat keren macam begini..

Repetisi pola perkerasan yang 'menarik mata'. Lihat itu perkerasannya: mau main skateboard, gerak jalan, paskibra (*lho), sepedaan, bisaaa.. Ada juga batu-batu alam yang disusun buat sekadar pijat refleksi.Lihat itu lautnya yang biru-biru menyegarkan. Meski agak kaget sama kehadiran si pohon tabebuia ini, setidaknya kawasan Pantai Kotamara ini cukup asik buat leyeh-leyeh di Baubau



Bakso pentol ala Baubau. Sumpah ini enak banget.. rasanya ikan sejati nggak pake bohong. Uenaaak T_T. Adanya di Pantai Kamali. Yang jual pasangan muda gitu. Mungkin karena dibuat dengan cinta jadi bakso pentolnya enak banget kali ya,.lebhaaayyy huahaha
Ini berhubung malam jadi nggak begitu jelas ya? Hehe..inilah kepala naga. Sementara itu ekornya ada di Palagimata, jauh di atas perbukitan sana. 


“Remember that happiness is a way of travel – not a destination.” – Roy M. Goodman