expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 15 September 2016

di 2.329 m dpl

Anak-anak kekinian sangat suka posting foto aktivitas liburan mereka yang seru. Saya mungkin salah satu dari bagian anak-anak kekinian itu lah ya, he..he. Pengalaman naik gunung palingan naik Gunung Gede-Pangrango tapi cuma sampai pos pertama yang ada curug-nya..(itupun rasanya sikil mau lepas). Pernah juga saya ke kaki Gunung Merapi tapi cuma sampai goa jepang.. Gunung Slamet pernah ke kakinya, dulu jaman tahun 2009 saat KKP ke Tegal, dan itu kepleset hampir masuk sungai berbatu.. Meskipun demikian, di benak saya adalah naik gunung ya harus bergaya ala anak gunung: bawa carrier, pakai sepatu gunung, sendal gunung, gitu-gitu dah. Belum lagi bawa tulisan romantis "kapan kita ke sini bareng" atau "untuk X cemangadh ea.." wkwkwk.

Bulan lalu saya bersyukur bisa main ke salah satu gunung yang terkenal di dunia kepariwisataan Indonesia bareng teman-teman arl pasca 2012 saya: yeah..Gunung Bromo namanya. Lokasinya di Provinsi Jawa Timur, dan berada di perbatasan wilayah Kabupaten Pasuruan, Malang, Lumajang, dan Probolinggo. Saya masuk lewat Pasuruan, tapi track nya luar bisa dag-dig-dug-dhuer..


Sesaat sebelum tiba di lautan pasir. Jalanan menurun dan menukik, jadi harus berhati-hati sekali.


Apa yang bisa dilakukan di Bromo? Melihat sunrise dari Penanjakan (sayang saya nggak dapat sunrise *dapetnya sunlight ;v), melihat Pura tempat ibadahnya orang Tengger, melihat lautan pasir dan kawasan Pasir Berbisik-nya yang menjadi judul filmnya Dian Sastro, dan tentunya adalah menaiki ratusan anak tangga menuju kawah Bromo untuk melihat kawah blup..blup..blup..

Gunung Batok

Tangga menuju kawah Bromo
 Di lautan pasir, saya melihat banyak rombongan jeep seperti rombongan kami yang datang. Kuda beserta guide lokal juga siap sedia mengantar wisatawan untuk naik melihat kawah Bromo. Kami tiba sekitar pukul 9. Matahari sudah terik, tetapi udara terasa sejuk. Jangan lupa pakai masker bagi yang tidak tahan debu karena semakin siang debu semakin intens berhembus menerbangkan pasir. Tiba-tiba saya kebayang tanah suci: gurun pasir gitu cuma ini di atas bekas kawasan Gunung Bromo purba, hehe (padahal saya belom pernah ke tanah suci, wkwk). Saya, Ray, Mas Rizki, dan Tish menaiki tangga. Tangganya banyak banget! :D Jangan dihitung, nanti mumet, hahaha. Di beberapa titik ada sesajen orang Tengger karena Bromo bagi mereka adalah suci dan memiliki makna.

Pura Hindu, tempat ibadah Orang Tengger
Singkat cerita, saya tiba di atas Bromo: melihat kawah bersama puluhan orang lain dan berfoto. Lantas saya duduk, menghadap ke arah Pura lalu memotret sepatu safety kesayangan saya, hehe. Saat itu sebenarnya saya agak pusing-ngeri-fobia sama ketinggian. Mau fobia apa nggak tetep aja nekat "pokoknya harus naek" hehe.. Nggak nyangka bisa naek gunung ala-ala seperti ini. Bromo pula :D Beberapa saat kami di atas dan menikmati lanskap Bromo yang kelabu oleh pasir..

Oh..gini ya rasanya berada di ketinggian.. pikir saya.

Saya melihat orang-orang di bawah saya keciil sekali. Kebanyakan orang yang ada di ketinggian, yang tidak berhati-hati, yang terlena akan posisi, ketika jatuh pasti sakitnya luar biasa. Yah, sama seperti hidup. Saat di puncak kesuksesan, kita seringkali lupa posisi bahwa suatu saat kita bisa saja jatuh tanpa diduga. Berhati-hati adalah suatu keharusan.


Pada akhirnya saya hanya bisa berkata "Hmm..subhanallah pemandangannya baguuus" :D Seenggaknya sekali dalam hidup saya, saya sudah mengunjungi ikon terkenal pariwisata Jawa Timur ini. Sangat menyenangkan bisa berwisata ke Gunung Bromo. Kapan-kapan main lagi ya..


Dari bibir kawah Bromo..