Apa cuma saya yang merasa bahwa kota belimbing ini lanskap jalannya nggak keliatan apik ya??
Mungkin itulah gunanya studi banding. Berkesempatan melihat-lihat kota lain di bumi ini sedikit demi sedikit mempengaruhi persepsi saya mengenai standar lanskap jalan suatu kota. Salahkan jurusan saya, arsitektur lanskap, yang hobinya ngebawelin segala rupa (wkwkw...). Sejak saya SD, saya sudah sering main ke kawasan jantung Kota Depok ini. Kalo kata si Ray, kawasan jantung kota ini sudah 'ditusuk-tusuk' dengan segala macam bentuk rupa bangunan dan embel-embelnya.. Wajarlah kalau kota ini kehilangan banyak darah.. *lebhayy..
Kota ini diapit oleh Jakarta dan Bogor serta dilalui jalur transportasi KRL Bogor-Jakarta sehingga tak heran kota ini semakin dinamis. Dulu, ada banyak pohon angsana besar-besar di kiri-kanan Jalan Margonda. Jalanan belum selebar sekarang. Pertokoan juga. Mal juga baru ada satu. Sekarang? Wuih, silahkan datang sendiri ke sana :D Tampaknya pemkot kebingungan menyiasati cara untuk menata lanskap Jalan Margonda: bangunan keburu sudah berdiri, dan volume kendaraan meningkat dan membutuhkan tambahan lahan.
Berikut beberapa poin penting yang saya temui di Jalan Margonda.
1. Trembesi di tengah median jalan Margonda
Niat mulia untuk menghijaukan kota tetapi tidak mengetahui penataan tanaman yang tepat. Begitulah kira-kira yang saya pikirkan. Median jalan yang membatasi jalur dari dan menuju Jakarta ini ditanami trembesi (Samanea saman). Suatu jenis pohon peneduh yang populer (udah lama populernya). Contoh yang bagus bisa pembaca lihat saat berkunjung ke kawasan Kota Wisata Cibubur. Jejeran trembesi ditanam dengan menyediakan space yang cukup untuk kebutuhan perkembangan akar pohon. Bandingkan dengan kondisi trembesi di tengah Margonda raya ini. Sedih melihatnya. Sudah terjepit beton jalanan, kanstin, nggak kebayang perkembangan akar trembesi ini.. :( Menurut saya, pemkot bisa menanam tanaman tipe penutup tanah atau semak rendah saja yang tidak terlalu membutuhkan ruang banyak untuk perkembangan akar. Bisa pakai soka, oleander, bugenvil, teh-tehan, dsb.
Mau nanam di kiri-kanan jalan juga nggak bisa. Udah keburu penuh dengan bangunan.
Di jalur utama Kota Depok ini mulai banyak bermunculan bangunan-bangunan tinggi. Mal, hotel, apartemen, menjamur di kiri-kanan jalan. Entah perencanaan kotanya atau apa, menurut saya kurang tersegmentasi dengan jelas. Zonasi, belum terbaca. Sepanjang jalan full dengan bangunan. Mata saya agak lelah dengan pemandangan di sepanjang Jalan Margonda ini. Kebanyakan iklan, baliho, poster, dll. Terlalu banyak tulisan, mengacaukan konsentrasi. Padahal, jika pembaca berkunjung dari arah Jakarta menuju Jalan Margonda, akan tampak pemandangan Gunung Salak nun jauh di Bogor sana (*syarat dan kondisi berlaku, hehe).
Ngomong-ngomong Depok ini mana ya taman kota-nya? (Itu..Kampus UI)... *lempar pot kembang*
3. Jarang ada jembatan penyeberangan orang (JPO)
Saya memfoto JPO ini di salah satu segmen di Jalan Margonda. Kenapa harus muter-muter begitu ya? Trus itu pijakannya gede-gede banget. Kalau ada orang yang berkebutuhan khusus, misalkan penyandang cacat/pengguna kursi roda mau menyeberang jalan, bagaimana?Itu licin nggak kalo hujan? Kemiringannya udah nyaman belum? (*ngomel teroooss...*).
Demi alasan keselamatan sebagai alasan utama (abaikan desain kenyamanan dll), saya akan pakai jembatan ini untuk menyeberang jalan. Asli, Jalan Margonda ini super ramai. Berbahaya untuk menyeberang! Bukan hal yang aneh kalau kondisi lalu lintas di kota-kota besar di Indonesia ini sangat kacau: ngebut sepuasnya, pepet-pepetan, main klakson, hrrrrrr.. Perlu ada banyak JPO di sepanjang jalan ini. Bahkan jalanan yang tersedia zebra cross dan ada rambu "utamakan penyeberang jalan", dikasih lampu lalu lintas, dikasih undukan di sepanjang jalan agar kendaraan melambat, kayaknya nggak signifikan nyata berpengaruh dah... Bersyukurlah masih nemu JPO di beberapa titik di jalan ini, meskipun kurang nyaman dan aman.. FYI banyak juga penyeberang jalan nekat nyeberang Jalan Margonda ini lalu nunduk-nunduk nyelip masuk pagar median jalan. Waduh..
4. Jangan harap bisa berjalan dengan nyaman di pedestrian
Jalur pedestrian di kiri-kanan jalan ini mungkin sebenarnya udah ada, udah dibikin, tapiiii...well.. lihatlah pada foto di atas. Lupakan hak pejalan kaki. Lupakan kenyamanan, apalagi masalah desain. Prinsipnya adalah berjalanlah paling pinggir agar tidak disenggol kendaraan yang lalu lalang. Apalagi saat ini kendaraan sepenuhnya parkir di bahu jalan. Suka kepikiran,
Banyak banget plang yang penempatannya nggak tepat. Rambu-rambu larangan banyak banget juga kayaknya nggak ngefek. Sorry to say, seperti nggak berdampak. Belom lagi para pedagang yang masuk ke wilayah pejalan kaki. Bener-bener pusing pala berbi. Ada benernya kata temen saya, orang Indonesia rata-rata malas jalan kaki. Dikit-dikit mobil, dikit-dikit motor. Ya jangan nyap-nyap kalo jalanan macet. Sedihnya, yang niat pengen jalan kaki malah nggak difasilitasi. Yang difasilitasi hanya yang punya kendaraan. Karena taraf kesuksesan dan kemakmuran diukur dari kepemilikan kendaraan,, ya beginilah jadinya. Nggak adil. Hanya menyediakan ruang untuk pejalan kaki susahnyaaaaa minta ampun.
Sebenarnya ilmunya sudah ada, konsepnya juga udah. Tinggal bagaimana keseriusan menerapkan di lapangan. Jalan raya sejatinya merupakan ruang publik dan masyarakat pengguna jalan berhak mendapatkan rasa nyaman dan aman. Selain desainnya perlu dibenahi, perilaku masyarakat juga harus di-upgrade gitu..
Perilaku..waduh.. gimana dah tuh ribet nyeritainnya :D
Mau jalan nyaman di Jalan Margonda, hm,,kapan yaa.