expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 17 Agustus 2015

Tamasya ke Sulawesi Tenggara: Baubau! (1)

“Twenty years from now you will be more disappointed by the things you didn’t do than by the ones you did do.” – Mark Twain



Di usia saya yang sudah seperempat abad lebih ini, saya belum pernah menjejakkan kaki di salah satu pulau besar Indonesia yang morfologinya sungguh unik itu. Sejak saya kecil, saya pernah membaca sebuah fabel yang dikisahkan bahwa di Sulawesi terdapat hewan anoa, babirusa, dan burung maleo. Saya yang jawa-sentris, tak ragu menolak ajakan Ray, teman kelas kami asal Sulawesi, untuk mengunjungi tanah kelahirannya, Sulawesi Tenggara. Asli, saya pengen banget bisa ke Sulawesi. Bersama bro Refi, jadilah kami bertiga ini, om-om IPB (huaahaha..), siap untuk jalan-jalaaan.. bismillaaah..

Sulawesi Tenggara? Dimanakah itu? 

Dari Dramaga, kami ngangkot dengan harapan bisa naik Damri jam 9 malam. Eng..ing..eng.. dan ternyata kami ketinggalan Damri. Whew...jadilah kami naek taksi dari Baranangsiang sampai Soekarno-Hatta. Kami bermalam di teras bandara sambil makan bekal martabak yang kami bawa dari Dramaga. Ketika kami hendak shalat Isya, ternyata mushala tutup. Kami bertiga duduk dan tidur-tidur ayam sambil menunggu waktu berlalu. Jam tiga pagi, kami diperbolehkan masuk. Setelah shalat Isya-istirahat bentar, kami bertiga masuk ke pesawat sekitar pukul empat pagi. Kami shalat subuh di dalam pesawat.

Suasana penerbangan di dalam pesawat Lion Air dari Soekarno-Hatta menuju Hasanuddin Makassar. Sebagai staf ahli dokumentasi, saya udah latih tangan saya untuk berswafoto alias selfi dengan berbagai gaya :v

Seumur-umur ini adalah penerbangan paling pagi yang pernah saya alami. Saat itu sedang hangat-hangatnya pemberitaan mengenai kecelakaan yang menimpa salah satu maskapai udara. Saya sempat khawatir, tetapi toh bagaimanapun maut di tangan Allah. Saya meyakinkan diri untuk terbang. Bismillah. Dan ternyata menurut Ray dan bro Ref (saya tertidur pulas pemirsa,, zzz) pesawat sungguh luar biasa terguncang. Cuaca memang sedang tidak bersahabat di wilayah Indonesia Barat. Saya sempat melek sebentar, memang kaya suasana di dalam angkot lagi gajluk-gajluk gitu sih. Terus, saya tidur lagi deh. Melek-melek pas udah mau tiba di Bandara Sultan Hasanuddin Makassar untuk transit. Selama transit, Ray dan bro Ref bercerita bahwa sepanjang perjalanan berdoa karena khawatir dengan turbulensi pesawat yang lumayan. Saya justru bobo kebo,zz.

Setelah menunggu, pesawat kami berikutnya membawa kami ke Baubau.

Bandara Sultan Hasanuddin. Kayaknya emang di Indonesia itu banyak raja ya, kita ini dulunya negeri sultan-sultan gitu lho.. Ada Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh, Sultan Syarif Kasim II di Pekanbaru, Sultan Thaha Jambi, Sultan Mahmud Badaruddin II, whew...

Interior Bandara Sultan Hasanuddin. Makan dan jajan di sini hati-hati ya, hati-hati mahal :v Saran saya mending siap-siap bawa kue/roti yang cukup buat ngganjel perut. Lumayan mahal makanan sekelas bandara bro. Kalau terpaksa, nyeduh mie instan aja biar irit


Penerbangan kami menuju Baubau delay karena cuaca buruk. Di luar tengah hujan lebat. Kata Ray cuaca di seputaran Makassar memang labil, suka berubah-ubah. Hrrr..sesaat saya jadi jiper. Semakin delay semakin telat dah ini ke Baubau. Sejam kemudian kami berangkat. Btw ini kacanya bisa buat syuting AADC Cinta-Rangga tuh pas adegan ketemuan.. hahaha..
 “The world is a book, and those who do not travel read only one page.” – Saint Augustine. Subhanallaah..maaak.. ini bagus bangeeet.. saya berasa lagi naek wahana elang-elangan di Du*an tapi viewnya keren bingit kaya begini. Itu ada pulau lucuuu.. (Dok: Ray)
Ada banyak pulau karang alias atol yang terhampar cuantiiik... Kebayang dah snorkelingan atau mainan air di pantai... (Dok: Ray)

Liat baling-baling bambu di sisi kiri? Haha..yakali dari bambu. Itu baling-baling pesawat. Tuh, awan-awan berhamburan. Langit biruuuu... awan putiih.. terbentang indah lukisan yang kuasa -kata Sherina. Sepanjang perjalanan, Ray sebagai pemandu wisata kami, menjelaskan berbagai nama pulau yang terhampar. Perjalanan 45 menit jadi nggak kerasa deh. Seruu.. Eits, itu bukan daratan Sulawesi ya, itu adalah kepulauan yang ada di sekitar Baubau (Dok: Ray)

Naah..itu dia Kota Baubau! Kota Baubau merupakan kota terbesar dan utama di Pulau Buton. Mungkin anak Indonesia kebanyakan hanya tahu kalau Pulau Buton adalah pulau penghasil aspal..termasuk saya, hehe..

Semakin mendekat ke landasan pesawat...dan..


Tadaaa.. inilah Bandara Betoambari Baubau... 

Pas turun dari pesawat berkapasitas sekitar 70 orang ini, saya baru ngerasa ngeri. Kecil juga ya ini pesawat, batin saya. Jangan salah, yang lebih kecil dari ini ada lho - kata Ray. Hrrrrr... Yang lucu adalah penumpang yang beruntung bisa nunggu barang di ekor pesawat, wkwk

Foto keramat nih, foto pertama kami om-om IPB swafoto di Baubau, hahaha..
Kami bertiga tiba di Bandara Betoambari Baubau sekitar pukul dua belas siang. Kami dijemput omnya Ray lalu kami jalan-jalan ke kompleks perkantoran pemerintahan Baubau Palagimata. Oya, sebelum ke Palagimata, kami ke Labalawa dan Waborobo, kampung budaya yang bahasanya beda (padahal dua kampung itu tetanggaan cuma dibatasi pagar tapi bahasanya beda :v). Labalawa merupakan jejak Kerajaan Tobetobe sebelum ada Kerajaan Buton. Sebelum berbentuk kesultanan, Buton dahulunya merupakan kerajaan. Raja pertamanya adalah orang Cina yang lari dari peperangan Jawa-Cina. Menurut narasumber sejarah kami, Ray (*halo master sejarah..), si orang Cina itu nggak mau pulang ke Cina karena takut dipenggal Raja Cina karena kalah perang dengan Jawa. Orang Cina yang tiba di Pulau Buton itu akhirnya membuat Kerajaan Buton deh.

Lanjuut.. dari dua kampung budaya itu, perjalanan kami lanjutkan ke kompleks perkantoran Palagimata. Palagimata merupakan kawasan pemerintahan Baubau yang letaknya lumayan tinggi, ada di atas bukit. Strategis banget untuk melihat-lihat pemandangan. Disana kami melihat ekor naga. View Kota Baubau ke arah laut sungguh luar biasa luaaas sekali. Orang Baubau biasa berkumpul alias nongkrong menikmati suasana di Palagimata. Vitamin yang bagus untuk mata nih bro, sist, hehehe. Tampak pulau Muna di seberang Baubau beserta pulau-pulau kecil lain. Palagimata, yang merupakan bahasa setempat berarti sejauh mata memandang, serupa dengan definisi lanskap lho yang artinya sejauh mata memandang juga. Lebih lengkapnya, silakan buka Landscape Architecture karangan Om John Ormsbee Simonds dan Om Barry W Starke ya, hahahaha..

Wuih..kok bisa ada konektivitas ya?

Selepas dari Palagimata, kami tiba di suatu benteng asli buatan orang Baubau. Namanya Benteng Baadia. Ecodesign banget, materialnya diambil dari daerah setempat. Batu karang gitu. Tanah Pulau Buton menurut cerita Raya memang muncul dari dalam laut. Banyak batu di pulau ini. Oya FYI benteng di Pulau Buton ini ada banyak lho, dan semua asli buatan mereka tanpa campur tangan orang asing.

Ada ekor naga. Dimana ya kepalanya? Ahahaha..(Model oleh bro Ref)

"Fokus ke bentengnya, jangan ke orangnya" :v

Kejuu...!
Setelah puas muter-muter di Benteng Baadia, swafoto, serta bikin video (bhwehheeh), kami melanjutkan perjalanan ke Keraton Buton. Keraton? Yeay..keraton nggak cuma ada di Jawa bro! Di Baubau, ada juga namanya keraton. Keraton, secara asal kata adalah keratuan. Ratu artinya raja/penguasa. Jadi di keraton berlangsung kegiatan politik pemerintahan. Keraton Buton posisinya cukup tinggi. Kamu bisa menikmati lanskap Baubau dan pulau-pulau di sekitarnya. Ada banyak bangunan dan benda-benda bersejarah terkait Keraton Buton ini. Wuih. Seruuu.. Semakin cetar membahana terpampang nyata deh kalo negara kita ini memang sangat kaya akan sejarah budaya! Lebih lengkap tentang Keraton Buton, silakan cek blognya Ray ya bro, hehehe.

Kami lalu turun dari keraton untuk makan siang. Porsi makan orang Buton itu buanyaaak banget. Kami disuguhi ikan baronang bagian ekor dengan saus kacang (dan meski ekor itu ikan ukurannya gede banget) serta sop daging dengan porsi nasi yang bisa buat 2-3 orang. Alhamdulilah kuenyaang.. Kami lalu menuju penginapan. Saya dan bro Ref ke penginapan sedangkan Ray tinggal di rumahnya (sumpah rumahnya deket banget, tinggal jalan 5 menit. Haha..). Beberes dan istirahat sebentar, kami kemudian nongkrong di Pantai Kamali yang tak jauh dari penginapan kami. Makan gorengan dan pentol bakso. Sedaaapp.. Oya disini gorengan agak mahal, saran saya mending makan pentol bakso aja. Dibuat dari ikan dan asli enaak banget. Makanya di pinggir pantai gitu, ngeliat suasana malam Baubau. Hmm..angin laut memang segar..

Sejam berlalu, kami pulang untuk istirahat. Daah

Ada suatu batu yang menjadi landmark kawasan Keraton Buton. Namanya Batu Wolio atau Batu Yi Gandangi. Ini merupakan tempat untuk memandikan Sultan Buton saat pelantikan. Belum ke Baubau kalau belum menyentuh batu ini, begitu cerita Ray. Ada semacam ceruk kecil berisi air. Katanya, kita beruntung kalau kita datang terus ceruknya berisi air. Nah, pas kami datang, ceruknya tidak ada air. Langsung deh kami nyeletuk "Yah, nggak ada airnya." Lalu tak lama berselang, terdengar gemuruh datang dari arah laut..brsssss...hujan langsung turun mengguyur kami (Dok: bro Ref)

Masigi Ogena alias Masjid Keraton Buton, masjid pusaka ini broo.. Jangan lupa mampir tuk shalat di sini ya. Ini merupakan masjid pertama di Sulawesi Tenggara

Menikmati Pantai Kotamara di sore hari ( fokus ke pantainya jangan ke orangnya *huahaha). Pantai Kotamara ini tipikal waterfront city yang sebenarnya keren banget lho. Ada rumah susun di dekat pantai, aturan sempadan pantai juga diterapkan dengan baik. Masyarakat bisa menikmati view laut lepas (tentunya menikmati angin laut yang segar juga, hehehe). Saat kami datang, tampak belum dirapikan gitu...
Duduk-duduk di sini sambil merem melek..uuh..aseek

Best view - menurut saya. Tipikal waterfront city yang keren nih.. Ini Indonesia lho, ada juga kan tempat keren macam begini..

Repetisi pola perkerasan yang 'menarik mata'. Lihat itu perkerasannya: mau main skateboard, gerak jalan, paskibra (*lho), sepedaan, bisaaa.. Ada juga batu-batu alam yang disusun buat sekadar pijat refleksi.Lihat itu lautnya yang biru-biru menyegarkan. Meski agak kaget sama kehadiran si pohon tabebuia ini, setidaknya kawasan Pantai Kotamara ini cukup asik buat leyeh-leyeh di Baubau



Bakso pentol ala Baubau. Sumpah ini enak banget.. rasanya ikan sejati nggak pake bohong. Uenaaak T_T. Adanya di Pantai Kamali. Yang jual pasangan muda gitu. Mungkin karena dibuat dengan cinta jadi bakso pentolnya enak banget kali ya,.lebhaaayyy huahaha
Ini berhubung malam jadi nggak begitu jelas ya? Hehe..inilah kepala naga. Sementara itu ekornya ada di Palagimata, jauh di atas perbukitan sana. 


“Remember that happiness is a way of travel – not a destination.” – Roy M. Goodman

Dirgahayu Republik Indonesia #RI70

Dua tahun lalu, di hari kemerdekaan RI, saya tengah berada di belahan bumi yang lain. Ceritanya jadi bagian orang-orang Diaspora Indonesia gitu (bhweheheh..gayaa). Saat itu sedang welcome party untuk peserta PARE Summer school serta ECOSUS di salah satu gedung di Kampus Universitas Hokkaido, Sapporo. Oya, program PARE Summer school itu semacam program kunjungan singkat dua minggu ke Kampus Universitas Hokkaido. Dengan modal bikin paspor, visa, bahasa Inggris nekat, lalu test di hadapan para dosen, alhamdulilah saya bisa sejenak tamasya ke luar negeri, hehehe. Oke lanjut. Sesaat sebelum kami menikmati hidangan welcome party, Doddy, kakak kelas saya, meminta waktu sejenak bagi kami delegasi Indonesia untuk bersama-sama menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya. Kami lalu bernyanyi bersama dengan semangat. Kami yang dari Indonesia ini heboh tepuk tangan sambil memegang bendera merah putih. Dresscode pun sengaja merah-putih. Berhubung pesertanya juga banyak dari negara lain, mereka tampak biasa saja menonton kami (mungkin mereka mikir juga sih, ini orang Indonesia ngapain sih, heheh)

Sapporo, 17 Agustus 2013

Memori tentang perayaan hari kemerdekaan bagi saya tidak terlalu istimewa. Ketika saya kecil, momen tujuh belasan selalu diisi dengan berbagai perlombaan: lomba makan kerupuk, lomba balap karung, memasukkan paku ke dalam botol, dll. Yang saya tahu, tujuh belasan sama dengan makan-makan di malam hari lalu esoknya ikut lomba, hehe. Ketika saya SMP-SMA, momen tujuh belasan diisi dengan upacara pengibaran bendera di sekolah dan menikmati penampilan teman-teman paskibraka (prak..prok..prak.. *suara derap kaki).

Bagi saya, Indonesia adalah lebih dari sekadar momen perayaan hari kemerdekaan tujuh belas Agustus. Apakah Indonesia itu? (*tiba-tiba suara iklan di TV muncul *eh :v). Berada di suatu tanah yang bukan Indonesia meski hanya dua minggu, saya kangen dengan Indonesia. Kalo kata pepatah, rumput tetangga memang selalu tampak hijau daripada rumput kita sendiri. Makanya, gunakanlah pupuk dan rawatlah rumput kita agar juga hijau (*apasih). 

Saya kangen dengan suasana Jakarta meskipun macet-panas-debu. Saya kangen jajanan pinggir jalan (*lha). Saya kangen bumbu Indonesia (betapa tersiksanya saya hampir setiap hari makan ikan mentah T_T). Di saat yang bersamaan, saya juga sedih dengan Indonesia: Indonesia yang belum maju, yang belum tertib, yang belum bebas dari kejahatan korupsi, yang masih banyak anak yang belum menikmati  hak pendidikan, yang masih banyak pengangguran, yang masih hidup di bawah garis kemakmuran, yang masih sering konflik berbau SARA, dan seterusnya. Miris. Yah, negeri saya tercinta memang masih belum merdeka seutuhnya. 

Di negeri sakura, saya menyandang identitas 'saya orang Indonesia', meskipun kita tahu Indonesia itu tidak terdefinisikan. Kita bukan terdiri atas satu suku bangsa saja, bukan terdiri atas satu agama saja,  ataupun bukan terdiri dari satu kebudayaan saja. Indonesia memang terlalu 'kaya', ibarat raksasa, negeri kita masih terlelap. 

Kita memang secara luar memang sudah merdeka, dalam artian, kita sudah bebas dari jajahan bangsa asing. Namun, masih ada level-level merdeka berikutnya yang harus dicapai. Merdeka dari kebodohan, kemiskinan, intervensi asing, dll. Wuih,,berat banget ya bahasanya..Hehehe. Kita tidak mungkin mampu mengatasi semua itu sendiri. Memang harus bersama-sama membangun negeri kok. Jika kamu seorang pekerja, bekerjalah yang jujur. Jika kamu seorang mahasiswa, belajarlah dengan serius. Jika kamu seorang ayah/ibu/suami/istri/anak, bangunlah keluargamu sebaik mungkin. Kalau kata ibu-ibu PKK, keluarga adalah pondasi membangun negara. Jika kamu berkelana keluar negeri, kemanapun itu, jagalah nama bangsa, negara, dan agamamu. Setidaknya meskipun kamu tak bisa mengubah kondisi Indonesia saat ini, janganlah memperkeruh suasana. 

Sudah takdir saya menjadi seseorang yang berkebangsaan Indonesia. Masih boleh bagi saya menggantungkan cita dan harapan buat negeri ini. Mungkin generasi saya belum menikmati kemerdekaan seutuhnya. Tak apalah, Semoga generasi berikutnya bisa menikmati Indonesia yang lebih baik. Amiin.





Tamu dari Malaysia

Di bulan kemerdekaan ini, jurusan saya kembali kedatangan tamu dari negeri jiran Malaysia. Kali ini adalah rombongan dari Universiti Teknologi Malaysia (UTM) yang hendak workshop bersama IPB. Yang bikin tepok jidat adalah saya nggak niat jadi panitia di acara ini *ceritanya ngejar dosbing tapi nggak nemu (hrrrrr..Paak..kemana sih Paak) lalu ketemu dosen-dosen dimintain tolong bantuin T__T Tepok jidat kedua saya adalah saat tahu topik kegiatan workshop ini adalah kota pusaka. Heritage-heritage gitu... Hedeuh.. Walhasil jadilah saya 'belajar kembali' tentang kota pusaka. Jujur saya bukan penggemar lanskap sejarah budaya dulunya, tapi..karena over bergaul dengan teman-teman penikmat sejarah budaya, jadilah saya sedikit-sedikit mulai menikmati lanskap sejarah budaya. 

Kebetulan kampus sedang sibuk dengan masa perkenalan fakultas mahasiswa baru dan dalam suasana libur, jadinya suasana agak sepi. 


Kuliah umum tentang 'Kota Pusaka' oleh Ibu Nunung. Ada sekitar hampir empat puluh orang rekan-rekan dari UTM termasuk dua orang dosen. Sementara dosen saya menjelaskan tentang 'apa itu kota pusaka dst..' saya duduk dengerin sambil ngemil cireng berjamaah dipojokan :v *belom sarapan



Baru tahu kalau paspor Malaysia ada statement seperti itu. Wow, saya salut dengan pemerintah Malaysia.


  
Swafoto berjamaah di depan Kantor Balaikota Bogor
Mahasiswa dipecah menjadi beberapa kelompok dan terdiri dari mahasiswa UTM dengan mahasiswa IPB. Adapun kelompok tersebut adalah: kelompok Air Mancur-Jalan Jend. Sudirman, Taman Kencana, RRI Bogor, Jalan Ir H Djuanda, dan Jalan Suryakencana. Mereka diminta untuk membuat konsep perencanaan dan desain yang sesuai dengan tema untuk mewujudkan 'Bogor Heritage City'. Saya diminta menemani survey kelompok Jalan Ir H Djuanda. Whew...selepas zuhur, jalan kaki siang bolong. Hareudang pisan euy... Padahal udah jalan kaki di bawah pohon. Kami sempet mencicipi kue ape di dekat Pengadilan, numpang masuk Hotel Salak juga (numpang pipis dan ngadem), foto ala anak fahutan (disuruh bu Alin) sambil meluk pohon, pokoknya segalanya difoto, hahaha..


Adek-adek panitia dari ARL 48. Yeah, jadi ketularan muda bersama mereka.. huahaha

View halaman Istana Bogor dari depan Kantor Balaikota Bogor. Yang mobil meraah jangan sampe loloos..
Esoknya, hasil dari survey lapang langsung dikerjakan di Studio Desain. Para peserta merumuskan konsep yang sesuai dengan tema heritage. Siangnya, tiap kelompok mempresentasikan gagasan mereka ke tim dosen. 

Buat saya seru sih, jadi kaya ajang listening TOEFL ala-ala, ahahahhaa.. (udah abad 21, bisa bahasa Inggris itu mah kuduu....)

Suasana presentasi di Studio Desain. Tampak dosen saya, Pak Ian, dan dosen dari UTM, Pak Hisham, sedang menyimak penjelasan salah seorang mahasiswa dari UTM.
Teman-teman kelompok saya, dengan lokasi pengamatan Jalan Ir H. Djuanda segmen Sekolah Regina Pacis-sebelum gerbatama Kebun Raya Bogor

Acara workshop seperti ini memang bagus untuk bertukar pengalaman seputar dunia lanskap antara Indonesia-Malaysia. Selain itu, menurut saya pribadi juga jadi sarana belajar bahasa asing gratisan lho. Bagi kami, mahasiswa Indonesia, mungkin akan heran mendengar kosa kata pemadam (penghapus), pokok (pohon), lalu (lewat), gelak-gelak (tertawa), berbeza (berbeda), nak (mau), tengok (lihat), dll. Hehehe.. mungkin bagi mahasiswa Malaysia juga merasa aneh dengan kosa kata Bahasa Indonesia. Memang sama-sama rumpun Melayu, jadi wajar jika berkomunikasi dengan mereka tidak terlalu sulit kok.

Nah, gantian dong, mahasiswa IPB kunjungan ke UTM Malaysia..hehe..