expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 26 Desember 2013

I Don't Care

Seringkali saya berpikir bahwa menjadi orang yang terlalu peduli adalah sebuah sikap aneh yang saya pelihara.

Bermula ketika beberapa waktu lalu, saya mendapati kelas tempat saya belajar dalam kondisi yang penuh dengan sampah: kertas, botol, bungkus permen, kantong plastik, bahkan pernah kulit buah, semua berserakan di dalam ruang kelas. Tak ada janitor yang bertanggung jawab. Laporan sudah dilayangkan, bosan malah. Tak ada tanggapan. Hingga saat ini sudah ada angkatan baru di bawah kami yang menempati, kondisi kebersihan kelas pun tak juga membaik.

Saya rasa mahasiswa bukanlah orang sembarangan. Mereka punya prestasi akademis yang bagus. Sebuah kebanggaan gilang-gemilang bisa menempuh pendidikan di kampus ternama ini. Tapi sayang, acapkali saya melihat rekan-rekan akademik amat mudah meninggalkan sampah di kelas :(

Berkali-kali saya mencoba membersihkan kelas, dan keesokan harinya kelas kembali kotor. Harapan di dalam pikiran saya, mungkin akan ada timbul kesadaran untuk menjaga kondisi kelas tetap bersih ketika berada dalam suasana kelas yang bersih rapi. Setidaknya tidak menambah kekotoran. Kursi-kursi berantakan pun tak mengapa, setidaknya kelas tidak ada sampahnya. Sekali, dua kali, tiga kali, berkali-kali. Uji yang saya diam-diam lakukan tidak berhasil. Kelas hanyalah ruang publik tak bermakna (sepertinya... ).

Aktivitas kami memang lumayan banyak menghabiskan di kelas: perkuliahan, mengerjakan tugas kelompok, ataupun browsing internet. Idealnya memang kondisi kelas harus tetap terjaga dalam hal kebersihan. Seandainya kotor amat sangat tidak mengapa, tetapi tetap ada usaha untuk membersihkan.

Saya hanya terngiang kata-kata para guru saya sejak saya sekolah dulu, "jagalah kebersihan", "buanglah sampah pada tempatnya", dan lain-lain.

Saya rasa bukan wewenang saya untuk menegur rekan-rekan akademis untuk menjaga kebersihan, khususnya di dalam ruang kelas. Pernah saya mengingatkan untuk menjaga kebersihan kelas (dan saya menyesal mengatakannya). Terlintas di pikiran saya, saya sok bersih dan mengatur. Whateverlah, saya sudah ingatkan dan lakukan sebisa saya.

Hingga suatu teman saya berkata bahwa usaha saya membersihkan kelas setiap kelas kotor sesungguhnya percuma. Seperti sikap sebatang lilin yang menerangi sekitarnya, namun dia sendiri meleleh. Saya terdiam, lalu membenarkan. Perkara yang amat sepele seperti ini, mungkin tak semestinya diangkat atau dipermasalahkan. Mungkin ada yang salah dengan sikap saya. Apa mungkin karena didikan Mama di rumah untuk selalu menjaga kebersihan, meski saya anak laki-laki, itu juga salah? Didikan Mama saya tentunya tak salah.

Lingkungan saya mungkin yang salah. Janitor-nya yang salah, tidak bertanggung jawab dengan tugas. Atasan yang salah, tidak tegas dan peduli dengan kondisi real. Tidak ada controlling. Teman-teman mahasiswa juga salah, tidak peduli dan tanggap. Salah semua pihak.

Akhirnya, haruskah saya bersikap I don't care dan menjadi orang-orang yang merasa biasa saja? 
Mungkin harus.
Jangan ambil pusing, nggak gitu?