expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Rabu, 24 Oktober 2012

Bahasa Inggris: antara momok, gaul, dan go international.



Kisah bermula ketika aku mengikuti sebuah seminar tentang arsitektur lanskap. Saat itu, pembicaranya adalah seorang ibu-ibu bule peneliti yang berasal dari negeri Belanda. Bagusnya, orang Eropa itu rata-rata fasih banget dengan Bahasa Inggris, secara Bahasa Inggris itu bahasanya yang udah luas banget digunakan (bahasa internasional, bahasa resmi PBB, dsb). Meskipun si pembicara ini berbahasa ibu Bahasa Belanda, tapi Bahasa Inggrisnya cling abis dah, hehe. Bahkan dengan senang hati beliau berbicara dengan tempo yang lambat agar peserta seminar mengerti materi yang diutarakan. Saat itu peserta yang hadir sekitar dua puluh orang ditambah para dosen.
Kisah konyolnya dimulai.
Saat si ibu-ibu bule itu bertanya: “What is Landscape Architecture?” audiens langsung hening sunyi modus senyap bak handphone di-silent (lebay). Mingkem bayem, enggak ada yang nyahut. Aku pun mau jawab berasa kelu banget ini lidah (halah). Setelah menit-menit berlalu, salah seorang diantara kami menjawab. Dan ternyata si ibu-ibu bule itu tampak senang dan menghargai sekali. Wow. Meskipun si penjawab aa ii uu dengan logat yang sangat Indonesia (hehe) seenggaknya keheningan terpecahkan.
Pembahasan pun berlanjut. Si ibu-ibu bule itu mengarahkan mikrofon ke kami, para peserta “Anyone who can describe is this has been designed?” katanya sambil menunjuk foto di slide presentasi. Ada gambar sawah disitu. Dan jeng jeng.. aku disuruh njawab. Dag dig der aku jawab “Yeah I think it has been designed befor because I can see farm field and some parts of the land changed.” Berusaha nge-inggris-inggrisin gaya ngomong dengan bibir sok bule. Lumayan lah *menghibur diri*padahal kacau. Si bule tampak tertarik. Gawat, alamat ditanyain lagi ni, pikirku.
Dan diakhir presentasi si ibu-ibu bule itu nanya lagi ke aku -_-. Dia menanyakan apakah kesimpulan presentasi dia. Yasudah aku jawab sekenanya. Ibu bule itu lalu menanyakan ke dosen-dosen. Ealah ternyata sebagian besar Inggrisnya juga belepetan kaya mahasiswa, pkhihi (*ketawa seneng*yes ada temennya).
Bahasa Inggris itu memang dianggep biasa sih. Udah umum banget. Dimana-mana bahasa Inggris ditemui: di iklan-iklan pinggir jalan, produk makanan/barang sehari-hari, di buku sekolah/kuliah, di internet, di laptop, di film. Dan orang Indonesia juga doyaaaan banget dengan bahasa Inggris, meskipun ketika ngomong Inggris mereka enggak bagus-bagus amat. Sori. Tapi bener lho, pengamatanku, rata-rata penduduk Indonesia (penduduk?) suka update status pake bahasa Inggris. Bikin produk dengan tagline bahasa Inggris. Mungkin biar laku kali. Biar berasa go international. Giliran ngomong... jegerrr.. aa ii uu.. Aku juga sih, masih ngomong dengan belepetan. Kasihan bener bahasa Indonesia. Mana dibikin alay pula. Hadoh. Terus dimana nasionalisme? Harusnya orang Indonesia memasarkan/menceritakan produk hasil karya dengan bahasa Indonesia. Perkara nanti ada orang bule nanya bahasa Inggris urusan lain. Atau opsi yang lain, pelajaran bahasa Inggris harusnya mencetak siswa yang berani berbicara bahasa Inggris. Bener salah belakangan yang penting bisa ngomong dan ngobrol. Apa ini dampak kebanyakan materi bahasa Inggris sampe-sampe kebanyakan orang enggak berani ngomong Inggris?
Ngomel mulu lw pram. Minta ditimpuk kali ni orang. Haha.

Minggu, 21 Oktober 2012

Jalannya cewe



Gw lagi terburu-buru jalan menyusuri lorong di kampus. Ceritanya mau ngikut kelas yang letaknya nun jauh di sisi kampus antah berantah. Was wus was, gw jalan laksana raja di laut. Koridor kampus untungnya gede-gede mirip pasar di bawah terminal blok M. Jadi asyik banget buat gelar dagangan (?).
Koridor yang gw lalui ternyata menyempit di sisi ujung karena ada bazaar yang jualan baju-baju dan aksesoris cewe dengan harga mahasiswa. Tentunya target operasi penjual kan cewe-cewe kampus. Secara itu bajunya yang dijual bukan baju muslimah, banyak yang ngerubungin bazar itu cewe-cewe yang enggak berkerudung (terus kenapa pram? :P)
Laju gw melambat seiring cewe-cewe yang mandeg ngiterin baju-baju itu. Dan mereka itu jalannya lueleeeet banget.
“ich, bagus ya inih, ich ini loetjoe, ich kok mahal sich”
Dan mereka enggak peduli ada gw yang mau lewat.
“misi, misi..” celetuk gw. Dan beberapa yang menghalangi jalan gw langsung menyingkir dengan kecepatan yang lambat pula. Masih pada melototin baju-baju.

Pada kesempatan yang lain, gw lagi jalan pulang menuju kostan. Itu jalanan emang rada sempit sih, padahal jalan raya. Penuh angkot dan motor yang berjejer di pinggiran jalan. Dan jreeeng.. ketemu lagi ama rombongan cewe. Berjejer tiga. Ke tengah jalan. Ada 6-7 orang gitu. Ebusyet ini pada arisan di jalan. Dan kecepatan berjalan yang super lambat juga. Walhasil gw mesti tengok belakang buat nyalip. Konyol banget kalo gw mesti keserempet gara-gara koloni cewe ini.

Itulah hasil pengamatan gw tentang hubungan cewe-cewe dan kecepatan berjalan mereka. Dua atau lebih cewe yang bertemu dan membicarakan sesuatu, maka kecepatan berjalan mereka cenderung melambat.
Trus? Wow-kah pengamatan ini? Ya, wow.

#edisimumet

Inikah rasanya



Sore itu kuliah tanaman berlangsung sangat lama, dari pagi jam 10 sampai sore jam 6! Wow banget kan trus koprol. Udah kebayang gimana kuliah berlangsung lamanya minta maap. Sebenernya kuliahnya dari jam 10 sampe jam 12. Jam setengah 2 dilanjutin ama presentasi tentang tanaman tiap orang. Dan itu lamaa banget. Mana ruangan kelas ber-ac  dua pula (duaaaa.... *gaya ayu ting ting), gw kan enggak tahan sama ac. Ndeso mania.
            Tepat jam enam sore kelas berakhir. Sebagai komti gw ga mungkin kabur begitu aja dong pulang ke kostan. Fyi, komti itu kaya semacam ketua kelas gitu. Komandan tertinggi kali ya? Enggak tau juga apa itu kepanjangannya. Yang pasti komti itu babunya kelas, disuruh-suruh mulu nasibnya. Higks.
            Semua penghuni kelas langsung pada kabur pulang. Dipastikan udah pada bete capek laper, trus langsung berebut pada keluar kelas. Bahkan bilang “duluan” pun enggak (itu lho, “duluan ya,,duluan semua,,dadah..”) Tinggalah gw sendiri dong. Mati-matiin ac 2 biji (dan itu enggak ada yang inisiatif buat matiin setelah kelas berakhir, mungkin efek maghrib jd pada buru-buru ngibrit). Matiin lampu, nyabut dispenser, ngunci pintu kelas. Sumpah gw ngerasa takut di ruangan segede itu. Kalo ukuran kamar kostan enggak ngeri lah ya, lah ini ruang kelas gede gaban. Ditambah dengan nuansa maghrib yang sepi-sepi gimana gitu. Kata orang tua kan kalo maghrib hawanya enggak bagus gitu kan, malah ada yang bilang banyak setan keluar (hiyyy..) Saat itu gw ngarep sih ada yang bilang “pram, gw tungguin deh” ato gimana gitu. Kenyataannnya enggak ada yang bilang gitu. Dan gw enggak berharap saat sepi kaya gitu enggak ada yang bilang kaya gitu juga. Gila. Yasudah, kepalang takut, gw nyalain aja dah tu lampu kelas. Buru-buru gw kunci, gw gembok tu teralis, langsung dah melarikan diri. Yep yep, begitulah sore itu terjadi. Semuanya terlupakan saat gw bawa makan dan tidur. What a day! Zz..