expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 27 Maret 2014

Politik?

Banyak yang berpendapat kalau politik itu kotor. Yaudah, rendem,,, terus kucek,,, jemur :D Sebenarnya pikiran kaya gitu yang selama ini bikin kita terstigma bahwa politik itu kotor. Banyak hal di dalam kehidupan yang kita dapat sebagai dampak dari kegiatan politik. Misalnya, kebijakan untuk beasiswa atau BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Siapa coba yang merumuskan kebijakan beasiswa untuk sekolah kalau bukan para pejabat yang duduk di pemerintahan? Apa tau-tau turun dari langit begitu tringg.. Tentu ndak begitu pemirsa, hehe. Ada politik yang berperan disitu. 
Kemudian terkait jaminan kesehatan masyarakat yang diselenggarakan oleh pemerintah. Ya itu juga hasil dari politik juga. Bikin KTP? Ngurus surat-surat, paspor segala macam. Sebenarnya itu juga politik karena terkait dengan pemerintah asing. Naik pesawat terbang kalau nggak ada perjanjian politik nggak boleh tuh mendarat seenaknya. Misal: saya mau umrah terus kalau kedua belah pihak pemerintah nggak sepakat membuka hubungan diplomatik ya nggak bakal bisa mendarat di bandara sana :D

Yeah, tahun ini (katanya) adalah tahun 'panas' karena masyarakat Indonesia akan melangsungkan pemilihan umum. Sedihnya, banyak teman mahasiswa saya yang notabene sudah mengenyam bangku pendidikan yang cukup baik malah memilih untuk golput, alias golongan putih (putih putih melati alibaba.. merah merah delima pinokio..)
"Semua partai sama aja, korup semua."
"Nggak ngefek milih kok, hidup tetap berjalan.." dan sejumlah alasan-alasan lain mereka kemukakan.

Konsekuensi hidup di negara demokrasi yang berbentuk republik seperti Indonesia ini, akan berdampak pada mekanisme perpolitikan melalui keberadaan sejumlah partai. Tidak ada partai yang tidak korup, begitu asumsi saat ini. Semua partai maupun caleg hanya ngincer duit, ibarat kata kasarnya seperti itu. Yah, tiap hari berita di media massa tiada bosannya melaporkan kasus korupsi. Sampe bosan dah nontonnya.

Saya barangkali beruntung sempat nyicip dunia perpolitikan kampus. Sedikit banyak jadi tahu bagaimana mekanisme pemilihan ketua senat (voting, atau musyawarah, bagian dari perpolitikan), mengevaluasi anggaran dari para himpunan profesi (budgeting, bagian politik juga), bermusyawarah dengan teman-teman dari lembaga lain (politik juga,,). Sempet mengalami juga namanya intrik dan tipu muslihat: saat pemilihan presiden mahasiswa. Black campaign. Representasi Indonesia dalam wujud kehidupan kampus.

Ngomongin politik ngeri banget ya..hehe

Tapi ya itu. Politik yang sekarang dipahami oleh banyak orang hanyalah politik praktis: yang tampak saja. Coba kamu perhatikan, saat kamu di rumah misalnya, merembukkan destinasi jalan-jalan bersama keluarga juga bagian dari politik lho.
"Pa, saya nggak mau ke pantai,, saya mau udara yang segar," kata anak yang satu.
"Pa, saya nggak mau ke gunung, saya pasti kedinginan," kata anak yang lain.
"Pa, Mama nggak mau yang jauh-jauh, nanti capek," Mama turun bicara.
"Yasudah, kita jalan-jalan ke taman kota saja yuk. Dekat dari rumah, udaranya segar, yang pasti juga ga capek," ujar sang Ayah bijak mengakhiri sesi 'lobi politik' bersama anggota keluarganya. Bayangkan, apabila si Mama itu nggak ikut serta dalam lobi tersebut. Apatis.

Nah lho. Politik lagi. 

Udah pada ambil kuliah statistik kan ya? Hehe,, Pasti kamu bisa menilai setiap partai dengan beberapa variabel yang nantinya bisa dipilih mana partai yang sesuai dengan kriteria. Apapun bisa kamu buat menjadi variabel untuk menilai. Pastilah ada partai yang memiliki nilai yang tinggi dong.

Jadi, buat kalian warganegara Indonesia, seharusnya ikut berpartisipasi dengan memilih wakil ralyat untuk duduk di pemerintahan. Kalau kamu apatis, masa bodoh, cuek, golput,,,sebenarnya bisa dipertanyakan status kewarganegaraanmu. Kamu itu WNI atau bukan sih? Jangan-jangan warga planet Mars, hehe... Udah saatnya kita lebih terbuka wawasan dan pikiran.. Banyak baca dan menganalisis informasi. 

"Trus kalo saya milih partai X trus kalah gimana dong? Aspirasi saya gimana? Rugi juga kan jadinya.."
Weits,, lumrah banget seperti itu. Menurutku, dengan masyarakat berjuta-juta kayak gini, peluang dan kombinasi yang muncul mutlak terjadi. Setidaknya dengan berusaha mencari tahu informasi yang benar, kita akan punya dasar untuk memilih partai apa. Gitu. Milih partai aja belum tentu menang, apalagi nggak milih? Sama kaya pakai helm aja mungkin masih mengalami kecelakaan apalagi nggak pakai helm?

Jadi, say no to golput ya :D

soundcloud dan arti mendengarkan

Beberapa teman artis saya di Tengtong Family 43 menyukai soundcloud. Saya mengartikannya sebagai 'suara awan', haha. Nggak minat awalnya dan nggak pernah buka juga itu yang namanya soundcloud. Tetapi saat saya iseng membuka soundcloud teman-teman artis saya itu, saya langsung suka. Lagu yang antimainstream menurut saya. Bagus. Easy listening. Mengingatkan saya pada koleksi kaset jadul Bapak yang ada di almari ruang tamu di rumah. Bapak suka Koes Plus,Teti Kadi, Ebiet, dan artis-artis Indonesia lama lain (saya enggak hapal). Saya menyebut lagu-lagu Koes Plus dan teman-temannya sebagai lagu abadi - legenda.  Bapak dan Mama otomatis mendendangkannya saat stasiun radio tengah memutar koleksi lagu lama.

Mendengarkan memang menyenangkan. Mengapa saya baru menyadarinya ya? Ternyata lewat lagu-lagu yang teman saya mainkan, saya bisa melamun panjang dan berangan-angan. Saya tinggal klik-klik ikon 'play' saja di soundcloud. Selain lagu, bisa juga ternyata ya mengunggah cerita di soundcloud. Mbak Ika, teman artis saya, mengunggah cerita tentang anak berkebutuhan khusus yang mengalami sindrom Down (tuna grahita). Bagus lho. Meski saya tak tahu seperti apa videonya, tetapi cukup mendengarkan saya bisa merasakan dan meresapinya *jjiaah.. Berkat Mbak Ika, saya jadi bisa tau lagu Indonesia jadul, haha.. (suwun mbak Ik). Ada juga teman artis saya, Dicky dan Tish, yang pernah nggonjreng gitar bareng. Menyanyikan lagunya Kotak. Dan itu sangat kocak dan menghibur saya :D Saat saya mendengarkan suara mereka via soundcloud, sekelebat saat itu juga saya seperti melihat mereka dalam pikiran saya. Tish sendiri pernah mengisi narasi untuk video tugas kelas saya lho. Bagus dia mengisinya. Asli, mirip seperti mbak-mbak presenter di televisi :D.

Dalam pikiran saya, bagi banyak orang, mendengarkan lagu mungkin adalah romantisme tersendiri. Berbeda rasanya saat menonton film: visual dan audio dipadukan. Pikiran sudah diarahkan pada visual yang disajikan. Beda ketika kita diharuskan mendengarkan. Sama halnya ketika mendengar suara Ibu menelepon via ponsel, menanyakan kabar. Tidak ada wujud ibu yang tampak: hanya suara beliau saja. Tapi dalam pikiran saya langsung terbayang wajah ibu yang panik. Atau ketika saya mendengarkan suara hujan lebat turun: teringat rumah dan mendadak panik dengan banjir. Atau ketika saya mulai jengah mengetik laporan akhir saya ini: saya lalu menyalakan mp3 dengan macam-macam aliran: dangdut, pop, rock, bahkan instrumental biola yang justru bikin tidur. Atau saat Jumat tiba: terdengar lantunan ayat suci pertanda waktu shalat akan segera tiba.

Jadi orang memang harus mau mendengarkan. Sedapat mungkin dengarkan yang baik-baik ya :D
Listening is not just hearing.