expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 23 Oktober 2015

Anaknya mana, Mas?

Ceritanya baru beres maghriban dan ketemu sama tetangga baru. Mas-mas ikhwan. Persepsi saya ikhwan itu biasanya yang punya jenggot panjang. Saya mah apa atuh, jenggot numbuh seiprit-iprit (mas-mas bakwan :v). Tetangga baru saya itu punya jenggot panjang, lupa namanya siapa, panggil saja dia mas ikhwan.

Kebetulan arah jalan pulang kami searah. Kalo udah jalan beriringan pasti ada aja yang diobrolin.
"Apa kabar Mas, sehat?" tanya saya basa-basi. Menanyakan kabar mungkin amat terasa basa-basi. Tapi daripada membicarakan cuaca atau kondisi perpolitikan yang menyebalkan mending nanyain kondisi kesehatan. General.
"Alhamdulilah sehat. Mas juga sehat?" balas si mas ikhwan itu. "Alhamdulilah, sehat Mas," jawab saya.
"Anaknya mana, Mas? Kok nggak diajak shalat?" tanya si masi ikhwan. Mendadak tampang saya cengo.
"Anak?"
"Itu tadi siang Mas jumatan kan sama anaknya kan?"

---- langsung mikir ----
---- anak yang mana --
---- kapan saya nikahnya ---

"Err.. itu tadi saya jumatan sama anak kakak saya, Mas. Keponakan." Saya baru ngeh.
"Oo..keponakan? O kirain anaknya Mas. Habis mirip banget," ujar mas ikhwan. Sejenak terbayang di benak saya wajah dan tingkah polah ponakan saya gembil.

"Mas ini kerja apa masa kuliah?"tanya si mas ikhwan.
"Hehe.. Masih kuliah" jawab saya.
"Oo..hahahah..saya kira Mas sudah berkeluarga."
"Amin mas, mohon doanya,"

Basa-basi kayak gini emang nyelekit-nyelekit gimana gitu dah, huahahaha *meluk ponakan* *nasib jadi om-om*


KTM-nya ada?

Kejadian yang bikin saya mikir pengen ngilangin kumis dari lanskap wajah saya ini yaitu saat ditanya oleh pak satpam parkiran kampus. Apa hubungannya kumis dengan ditanya satpam parkiran? Jadi kisahnya saat itu saya hendak kumpul dengan teman-teman di kampus Baranangsiang. Seperti biasa, masuk parkiran, terus nyebutin nomor polisi kendaraan sebelum akhirnya membayar seribu perak untuk biaya parkir.
"Mahasiwa apa umum?" tanya pak satpam, curiga.
"Mahasiswa IPB, Pak," jawab saya sambil agak linglung. Perasaan saya dah sering bener kemari. Jangan-jangan bapak satpam ini baru di sini. Auk ah.
"KTM-nya ada?" selidik si bapak itu.
Mendadak kaki saya lemes. KTM mah bawa, cuma ini pertama kali ini saya dicurigai. Mungkin salah saya juga ya pake tas kecil, jeans, sama kemeja. Nyantai abis. Mungkin nggak tampak aura mahasiswa yang niat belajar. Hedeuh..
"Ada," jawab saya segera. Brettt... Isi semua kartu di dompet saya meluncur: KTP, SIM, Kartu member ini-itu. ATM dll. "Ini Pak. Maap pak agak lama, banyak banget isi dompet saya.." -padahal cuma lipetan2 struk ATM, struk ****mart dll.
Si bapak itu tiba-tiba mendadak ramah bin senyum. "Oh oke," katanya. "Silahkan mas ini" kata si bapak itu sambil memberikan karcis parkiran.
Tringg..
Mendadak saya kepikiran iseng pura-pura ga tau arah. 
"Kalo mau ke ruang xxxxxxx itu lewat mana ya Pak, saya mau ketemu dosen saya di ruang xxxxxx?" tanya saya dengan memajang tampang ndeso. Ceritanya mau ngetes pengetahuan si bapak itu.
"Oh lewat ini aja, si masnya nanti lurus bla..bla..bla.. atau lewat sini lebih deket mas bla..bla..bla... atau nggak bisa lewat bla..bla.."
"Ok makasih Pak," kata saya sambil ngeluyur. 

Tampang memang nggak bisa bohong. Ngebiarin kumis biar tampil beda malah berasa jadi om-om nyasar ke kampus. Lulus buruaaannn... :v


Minggu, 18 Oktober 2015

Saat Lanskap Bicara (2)


Lantai 6 Gedung Andi Hakim Nasoetion (Gedung Rektorat) IPB adalah spot terbaik untuk menikmati lanskap Gunung Salak. Gunung yang menjadi lambang Kota Bogor ini sebenanrnya secara administratif masuk ke dalam wilayah perbatasan Kabupaten Bogor dengan Kabupaten Sukabumi. Naik saja lift atau tangga ke lantai 6 saat cuaca sedang cerah. Sekedar memanjakan mata, tak ada salahnya.

Hampir tujuh tahun yang lalu saya tidak pernah ke lantai ini. Terakhir kali, saya menikmati pemandangan gunung ini bersama beberapa teman saya. Teman-teman saya kini telah kemana-mana. Mungkin lantai 6 ini menjadi salah satu vantage point memori indah saya. Meskipun Gunung Salak saat saya ambil gambar tidak begitu cerah, masih cukup terlihat suguhan keindahan yang membuat saya lupa sejenak akan kemacetan Darmaga yang semakin menjadi-jadi. Don't blame the traffic, we are the traffic.



Kampus ini layaknya benteng terakhir. Rumah, bagi sekian banyak tegakan pohon serta satwa liar yang ada di kawasan Darmaga. Kawasan Darmaga semakin berubah sekarang-sekarang ini. Ruang-ruang hijau perlahan menghilang seiring banyaknya manusia yang bertambah.

Banyak yang memanfaatkan kawasan kampus untuk berolahraga: pagi, siang, sore, bahkan malam. Rasa memang tidak pernah bohong. Rasa nyaman yang tidak mungkin digantikan dengan dinginnya hembusan penyejuk udara. Di kampus ini, masih ada tersisa kesegaran suasana lingkungan yang asri untuk dinikmati. Masih ada arboretum, taman rektorat, taman segitiga, kebun percobaan Cikabayan, hutan belakang asrama, jejeran pepohonan.. Meski panas menyengat,setidaknya tak begitu banyak asap kendaraan dan rentetan klakson kendaraan menyergap di kampus ini.



Saya senang dengan kampus ini. Bagaimanapun juga, saya disuguhkan dengan suasana lingkungan yang masih alami. Misalkan saat saya lulus nanti, dan saya harus bekerja di tengah-tengah kota, saya akan merindukan segalanya. Yang menyenangkan maupun tidak. Pasti.