expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 10 Maret 2016

21 tahun yang lalu

Adik saya belum ada kala itu, jadi saya sempat jadi anak bungsu. Katanya orang-orang wajah saya dan kakak-kakak saya mirip mama. Tapi sering juga dibilang saya mirip bapak. Yang di tengah adalah almarhum mbah kung, bapaknya bapak. Mbah kung rajin mengunjungi kami. Saya suka bingung kenapa mbah-mbah itu hobinya keliling-keliling: mengunjungi saya serta rumah om dan bulik saya. Mbah saya itu tergolong sehat; hobinya jalan kaki. Biasa naik angkot sendiri. Jangan bayangkan angkot Jakarta seperti sekarang ini, jaman dulu kala angkot relatif 'menyenangkan untuk ditumpangi' dan jalanan belum semacet sekarang ini. Hobi mbah saya: bawa tas, topi, dan payung.

Kami punya kulkas kecil dan terkadang saya suka ngumpet di dalam kulkas. Rak-rak di dalam dikeluarin dulu beserta isi-isinya, dan ketika orang rumah mereka kaget melihat saya masuk di dalam. Menurut saya dulu kulkas adalah benda hebat. Seperti robot pendingin. Saya suka tidur di depan kulkas yang pintunya terbuka. Meskipun lantai rumah kami adalah lantai jaman dulu kala yang lumayan adem dan cuaca juga masih jelas, saya sering buka pintu kulkas. Seru aja rasanya.

Sekalinya punya mainan gembot (game watch maksudnya), kami bertiga rebutan main, jadi digilir gitu, hehe. Sebenernya saya sih yang paling punya banyak mainan dibanding kakak-kakak saya. Ada kereta-keretaan, pesawat, rumah indian dan pasukannya, helikopter, mobil-mobilan, roller coaster, lego, balok-balok kayu, dll. Tiap saya main saya selalu menumpahkan isi dua kardus mainan saya di ruang TV. Kemudian saya tinggal gitu aja ketika teman-teman saya datang mengajak bermain. Tau-tau pulang ke rumah udah beres aja.



Saya dan kakak-kakak saya pernah sesekali main di Kali Cipinang. Dan jangan bayangkan kondisi Kali Cipinang seperti sekarang ini: Kali Cipinang jaman saya kecil masih bersih. Saya ingat saya nyemplung dan mencari ikan-ikan kecil di tepian sungai. Alirannya tak begitu deras dan masih ada batu kali yang penampakannya seperti di perdesaan :D Di tepi kali ada banyak tanaman jali-jali: sebangsa tanaman mirip padi yang ada biji di ujungnya dan bisa diambil. Kakak-kakak saya dan teman perempuannya biasa membuat mainan kalung. Saya ikutan bantu mengambil jali-jali. Sekitar rumah kami banyak sekali jali-jali. Kata orang tua dulu, rumah kami itu dulunya areal persawahan yang kemudian berubah fungsi jadi permukiman. Jali-jali ternyata juga kerabat padi-padian, jadi tak heran masih ada sisa-sisa tanamannya.

Masih ada tanah lapang untuk kami bermain. Belajar sepeda, kejar-kejaran, lomba 17 agustusan, main layangan, main bola, sampai nonton layar tancap :D Jakarta 21 tahun yang lalu sungguh amat menyenangkan.