expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Kamis, 10 November 2016

Berapa?

Berapa sih gaji kamu? Memang kamu bisa hidup dengan gaji segitu? Teman-temanmu itu kerja apa? Gaji mereka cukup sepertimu?

Salah seorang yang pernah saya hormati eksistensinya saat studi magister saya bertanya seperti itu, di suatu forum ilmiah internasional yang dihadiri oleh kalangan akademisi. Sejenak saya merasa terhenyak. Pertama, pertanyaan tersebut tidak etis. Kedua, orang itu memiliki latar belakang akademik tinggi. Ketiga, ada nada meremehkan saat menanyakan kepada saya. Keempat, apakah orang tersebut berpikir sebelum bertanya seperti itu?

Bukan kali pertama saya mendapatkan pernyataan seperti itu yang - menurut saya - tidak sopan. Bukan kali pertama juga saya diremehkan orang itu. Saya selalu berusaha membangun pikiran positif saya terhadapnya. Namun, pikiran saya kini kian bulat: saya tak perlu berurusan lagi dengannya di kemudian hari.

Beberapa orang memiliki persepsi yang sempit mengenai taraf kemakmuran seseorang hanya dilihat dari aspek pendapatan. Lebih sayang lagi, yang berpikir seperti itu bukanlah orang yang berpendidikan biasa-biasa saja, tetapi telah mengenyam pendidikan bertahun-tahun dengan gelar yang panjang. Jikalau hal tersebut ditanyakan orang seseorang awam, mungkin masih dapat dipahami. Tetapi apa yang bisa dijadikan pembenaran bagi seseorang yang tidak awam, yang sudah berpendidikan, untuk bertanya seperti itu? Apa yang bisa dijadikan landasan berpikir, seseorang yang sudah 'di atas' untuk bertanya dengan nada yang sama sekali tidak menyenangkan?

Ada hal-hal yang tidak perlu saya utarakan ke semua orang. Ada hal-hal yang tak perlu orang ketahui. Ada hal-hal yang tak patut untuk ditanyakan. Ada pembatas di antara sesama kita bukan?

Katakanlah saya sudah ada di titik akumulasi kekecewaan, dan saya tak menemukan titik cerah saat saya kontak dengan orang itu. Saya rasa tak ada yang perlu saya komunikasi lagi dengannya, karena menutup pintu komunikasi lebih baik ketimbang mempertahankan komunikasi yang berujung pada hal-hal yang menyakitkan.

Minggu, 23 Oktober 2016

Satu Dasawarsa


Suasana Arboretum Lanskap IPB Dramaga, sekitar 2008-2009. Ini ketauan banget pake gaya segala wkwkwk.. Entah siapa yang moto dan ini lagi ngapain (*lupa)

Beberapa bulan lalu, teman saya - Titou - mengabarkan bahwa dia tengah ada di Jakarta. Dia mengabarkan lokasi dia dan mengajak kumpul bareng di Jakarta. Di saat itu juga saya sedang dalam perjalanan menuju Surabaya. "Yah..sorry bos, gw otw ke Surabaya nih.." Sebulan kemudian, Titou mengabarkan bahwa dia sedang di Bogor, namun saat saya tengah sibuk dengan kerjaan kampus. Jika dibandingkan dengan gagal bertemu, tetap lebih banyak ketemuannya kok :D

Saya dan Titou kini memasuki masa kepala tiga puluh. Selang hampir satu dasawarsa kami berteman sejak S1 dulu, banyak hal yang berubah -yang tidak berubah juga banyak. Semakin ke sini, semakin banyak cerita yang bisa kami tukar. Kami sama-sama memasuki dunia orang dewasa yang mulai mencicipi asam garam kehidupan. Kami punya lapak kehidupan masing-masing yang berbeda. Titou yang berekspresi di lapak seninya yang dinamis dan saya yang berekspresi di lapak pendidikan yang dramatis, haha.. Setiap orang pada akhirnya memang mencari lapak kehidupan yang mereka anggap nyaman toh?

Titou adalah salah seorang yang berpengaruh dalam hidup saya: saya belajar banyak tentang budaya, desain, perilaku, buku, tanaman, film, dll. Selalu ada pesan dan energi positif yang saya bisa dapat. Terkadang kami juga suka diskusi. Meski niatnya diskusi ringan entah kenapa jatuhnya pasti ke ilmiah terus jadi diskusi kehidupan. Dari dulu yang tidak berubah saat kami ketemu adalah kami saling ejek,nyindir, dan bercanda. Tak lupa sederet pertanyaan yang saling kami lempar. Mulai dari kapan kawinnya, kapan sekolah S3-nya, kapan kurusnya, kapan main ke Sabangnya, kapan main ke Solonya, kapan bikin bukunya, nya..nya.. dll.

Semakin sulit bertemu, tentunya tidak berarti kami putus kontak. Saya sering ngintip akun facebook saya yang udah berdebu-dan-ada-laba-labanya lalu melihat-lihat bagian beranda (facebook saya pakai Bahasa Indonesia :D). Titou aktif memposting beberapa kegiatannya di bidang kesenian yang menurut saya sungguh mengasyikkan. Kalau saya sih posting paling foto yang wow aja, hanya sekedar menunjukkan "ini lho akun facebook saya masih hidup" hihi.

Teman memang datang silih berganti. Salah satu hikmah dalam kehidupan saya yang singkat ini adalah saya memiliki teman-teman yang baik.


Kamis, 15 September 2016

di 2.329 m dpl

Anak-anak kekinian sangat suka posting foto aktivitas liburan mereka yang seru. Saya mungkin salah satu dari bagian anak-anak kekinian itu lah ya, he..he. Pengalaman naik gunung palingan naik Gunung Gede-Pangrango tapi cuma sampai pos pertama yang ada curug-nya..(itupun rasanya sikil mau lepas). Pernah juga saya ke kaki Gunung Merapi tapi cuma sampai goa jepang.. Gunung Slamet pernah ke kakinya, dulu jaman tahun 2009 saat KKP ke Tegal, dan itu kepleset hampir masuk sungai berbatu.. Meskipun demikian, di benak saya adalah naik gunung ya harus bergaya ala anak gunung: bawa carrier, pakai sepatu gunung, sendal gunung, gitu-gitu dah. Belum lagi bawa tulisan romantis "kapan kita ke sini bareng" atau "untuk X cemangadh ea.." wkwkwk.

Bulan lalu saya bersyukur bisa main ke salah satu gunung yang terkenal di dunia kepariwisataan Indonesia bareng teman-teman arl pasca 2012 saya: yeah..Gunung Bromo namanya. Lokasinya di Provinsi Jawa Timur, dan berada di perbatasan wilayah Kabupaten Pasuruan, Malang, Lumajang, dan Probolinggo. Saya masuk lewat Pasuruan, tapi track nya luar bisa dag-dig-dug-dhuer..


Sesaat sebelum tiba di lautan pasir. Jalanan menurun dan menukik, jadi harus berhati-hati sekali.


Apa yang bisa dilakukan di Bromo? Melihat sunrise dari Penanjakan (sayang saya nggak dapat sunrise *dapetnya sunlight ;v), melihat Pura tempat ibadahnya orang Tengger, melihat lautan pasir dan kawasan Pasir Berbisik-nya yang menjadi judul filmnya Dian Sastro, dan tentunya adalah menaiki ratusan anak tangga menuju kawah Bromo untuk melihat kawah blup..blup..blup..

Gunung Batok

Tangga menuju kawah Bromo
 Di lautan pasir, saya melihat banyak rombongan jeep seperti rombongan kami yang datang. Kuda beserta guide lokal juga siap sedia mengantar wisatawan untuk naik melihat kawah Bromo. Kami tiba sekitar pukul 9. Matahari sudah terik, tetapi udara terasa sejuk. Jangan lupa pakai masker bagi yang tidak tahan debu karena semakin siang debu semakin intens berhembus menerbangkan pasir. Tiba-tiba saya kebayang tanah suci: gurun pasir gitu cuma ini di atas bekas kawasan Gunung Bromo purba, hehe (padahal saya belom pernah ke tanah suci, wkwk). Saya, Ray, Mas Rizki, dan Tish menaiki tangga. Tangganya banyak banget! :D Jangan dihitung, nanti mumet, hahaha. Di beberapa titik ada sesajen orang Tengger karena Bromo bagi mereka adalah suci dan memiliki makna.

Pura Hindu, tempat ibadah Orang Tengger
Singkat cerita, saya tiba di atas Bromo: melihat kawah bersama puluhan orang lain dan berfoto. Lantas saya duduk, menghadap ke arah Pura lalu memotret sepatu safety kesayangan saya, hehe. Saat itu sebenarnya saya agak pusing-ngeri-fobia sama ketinggian. Mau fobia apa nggak tetep aja nekat "pokoknya harus naek" hehe.. Nggak nyangka bisa naek gunung ala-ala seperti ini. Bromo pula :D Beberapa saat kami di atas dan menikmati lanskap Bromo yang kelabu oleh pasir..

Oh..gini ya rasanya berada di ketinggian.. pikir saya.

Saya melihat orang-orang di bawah saya keciil sekali. Kebanyakan orang yang ada di ketinggian, yang tidak berhati-hati, yang terlena akan posisi, ketika jatuh pasti sakitnya luar biasa. Yah, sama seperti hidup. Saat di puncak kesuksesan, kita seringkali lupa posisi bahwa suatu saat kita bisa saja jatuh tanpa diduga. Berhati-hati adalah suatu keharusan.


Pada akhirnya saya hanya bisa berkata "Hmm..subhanallah pemandangannya baguuus" :D Seenggaknya sekali dalam hidup saya, saya sudah mengunjungi ikon terkenal pariwisata Jawa Timur ini. Sangat menyenangkan bisa berwisata ke Gunung Bromo. Kapan-kapan main lagi ya..


Dari bibir kawah Bromo..



Sabtu, 27 Agustus 2016

Wisuda yang ke-2

Alhamdulilah, Rabu 27 Juli 2016 kemarin menjadi hari yang membahagiakan bagi saya. Yeay...wis sudah! :D Wisuda yang ke-2, tak jauh beda dengan yang pertama dulu secara esensi. Intinya adalah selebrasi mindahin tali toga dari-kiri-ke-kanan, nyanyi-nyanyi, dan nonton pemandangan 800 orang diwisuda sama Pak Rektor, hehe. Wisuda kali ini nggak kepengen foto-foto ala-ala wisuda jaman sarjana dulu. Mahal cuy. Dipikir-pikir uang fotonya bisa buat biaya nikah *lho. Kebetulan di jurusan sudah tidak ada acara makan-foto bersama dosen-dll. Lumayan, bisa cepet pulang ngehindar dari macet Dramaga yang luar biasa.



Setelah diungkep bagai tempe bacem di dalam GWW, saya ngeluyur ke node ARL, Tradisi wisudawan di kampus saya adalah pasti dikasih bunga :D Semacam tanda selamat yang menurut saya sangat menyenangkan. Jarang-jarang saya dapat bunga semeriah ketika wisuda, hehe. Dan yang mengharukan adalah ketika teman-teman sengaja menyempatkan hadir sekadar mengucapkan selamat :D

Akhirnya saya bisa juga foto bersama #omomipb (asli, saya pengen foto ama #omomipb he.he..), meskipun kurang sama Glory yang nun jauh di Malang sana. I am the last, but not least. Menjadi samurai terkahir yang berjuang di jurusan lanskap, menjadi orang yang pernah bermasalah sama urusan tesis-menesis, menjadi orang yang jadi trending topic diobrolin dosen-dosen (halah), drama king! 


Terima kasih kepada Allah Swt atas rahmat dan karunia-Nya, buat Bapak Mama dan keluarga saya, personil #omomipb yang sudah membantu saya keluar dari IPB ini hehe, buat teman-teman pasca semua, yang sering menanyakan saya kapan lulus, akhirnya saya lulus juga. Menurut saya menyelesaikan tugas akhir itu memang butuh strategi, dan setiap orang berbeda kondisinya. Tak ada yang lebih membahagiakan selain dukungan, bantuan, dan tentunya doa dari orang-orang terdekat.



Terima kasih ya Allah, terima kasih semuanya :D

Minggu, 24 Juli 2016

My 2016 Mudik Story

Jakarta is predominantly consisted of Javanese people. Every year, the Javanese people of Jakarta going back to their hometown at Lebaran holiday (mostly Central Java, Yogyakarta, and East Java Province). People who migrated are expected to went back home at Lebaran, commonly called as mudik.

In Indonesia, especially for Muslim people, Lebaran is a big day to celebrate the Eid Al Fitr. Many people push their selves harder just to got home. For some people that told me, “that was an art of mudik”. Some of my friends told me why keep trying to mudik? Why not take another day? But, that is mudik. Mostly out relatives are living in our hometown, not in Jakarta. A special day just like Lebaran is a precious occasion to meet and greet our relatives.

This Eid Al Fitr, I almost spent three days riding own car from Jakarta to Surakarta. We went out from our home at Saturday night then arrived at Pejagan Exit Toll Road on Sunday morning. I received an sms from the Regional Police Headquarter of Central Java Province to avoid Tegal City because of the traffic jam. So we decided to take a route to Bumiayu. Unluckily, the volume of the vehicleas are really big. The road isn’t adequate enough so we had a very long traffic. Cars, motorbikes, buses, are fulfilled the road from Pejagan until Bumiayu. We spent our Sunday just for about 10 km!
I wondering why the travelers who are using motorbikes are getting higher.. They were even brought their children. It was really unsafe ways to do mudik..

Motorbike travelers, near Ketanggungan, Brebes

There was such a horror condition. Rubbish are everywhere. People are easily threw their rubbish on the road, around the river, as much as they can threw it. We were looked for rest room anywhere we could find it (there are so many incidental rest room built by the local, and the incidental food store also). There was no police staff that helped us (where are they?). Gas station are over capacity because of the high demand of gas and rest room. The fuel truck must be trapped in the traffic too. I texted to some of my friends about my condition, then they were surprised. Spent many hours at the traffic was so tragic. I was wondering that I could get any air plane to reach Surakarta!

People are welfare, have their own car, well-educated, but they were easily threw their rubbish and make the road dirt :(

On Monday, we had reached Klonengan, the southern part of Tegal District. Our fuel almost empty and we were looking for the gas station around us while the road are definitely stuck with traffic. In our way to Guci, Tegal, we bought some fuels from the local people who sold it for Rp 15.000 per liter. Fuel becoming rare and expensive. After fulfilled our tank, we went through Guci, then Moga, to reach Purbalingga. That was a hilly road track and not so many people through it. We avoided Bumiayu because we thought that we would not succeed if we through that way.



We arrived at Purbalingga at night. After fulfilled our tank and our stomach at Purbalingga, then we drove smoothly until Temanggung without any traffic. There were no more traffic. We enjoyed the scenery, many mountains and trees. We also saw paddy fields and salak seller in Sleman, Yogyakarta. Finally we arrived Surakarta at Tuesday. That was a terrible traffic I ever had in my life. But in other hand, I love mudik with my whole family :)

Jumat, 13 Mei 2016

Previously on my blog header


Foto ini diambil di signage Baubau, sehari setelah kami sampai menggunakan tongsis yang dibeli di grawida. Matahari bersinar terik di langit Buton. Borrowing landscape berupa selat yang memisahkan Pulau Buton dengan Pulau Muna serta Pulau Makasar.

My Photoshoot

Dua wardrobe artist untuk photoshoot saya: Sapu sama Ray :v
Lupa mau posting ini, hahaha., sebulan lalu saya photoshoot buat foto wisuda. Setelah sidang yang berproses secara berbelit dan proses setelahnya yang juga lebih membelit, akhirnya saya ada momen lucu ketika photoshoot untuk ijazah. Awalnya saya ngajak Ray buat ngedandanin saya agar cakepan dikit. Nyiapin dasi, kemeja, dan kacamata. Ternyata ada Sapu juga yang kebetulan ke kampus dan langsung ikut turun tangan. Jadilah saya didandanin sama mereka. Ada kali sekitar 10 menit. Kebetulan ada beberapa orang juga yang sedang antre mau foto. Saya dilihatin karena saya digarap sama dua orang wardrobe artist, hahahaha.. Udah gitu si bapak tukang motonya dateng dan CEKREKK.. udah, sekali cekrek, dan beres.

Seenggaknya setelah kebelitan yang menimpa ada juga momen untuk lucu-lucuan, hehe. Tengs guys :D



Uda, Padang, Rendang

Saya punya langganan tempat potong rambut. Yang punya tempat sebut saja namanya Uda yang asli Padang. Adik saya sih yang berjasa yang memberi tahu tentang tempat rambut Uda yang hasilnya bagus dan sesuai dengan permintaan pelanggan. Walhasil, sejak saya dikasi tahu adik saya, saya jadi senang pangkas rambut saya ke tempat Uda. Sesekali saya minta potongan rapi, sesekali saya minta hanya dipangkas sedikit. Uda ini kebetulan orangnya cerdas dan cekatan sih. Istrinya orang Betawi asli, dan anak pertamanya sudah belajar berdagang. Wuihh..mantapp.

"Bang, tahu nggak apa arti Padang?" tanya si Uda sambil merapikan rambut saya.
"Apaan bang?"
"Padang, pandai berdagang.. Batak, Banyak Taktik.. Jawa, jaga wibawa,.. Betawi, betah di wilayah,.. Sunda, suka dandan.." ujarnya sambil tertawa.

Percakapan ringan di tempat-tempat cukur memang menyenangkan (meskipun tidak selalu). Saya menghindari topik politik meskipun ujung-ujungnya ngobrolin politik. Buat pemecah kebosanan lah ya selama proses potong rambut. Kaku juga disuruh duduk diam lumayan lama. Syukurlah jadi cowok: potong rambut ringkas dan cepat. Kalo salon cewek kayaknya lebih lama ritualnya lah, potong ini, cuci ini, udah gitu bayarnya pasti mahal, hahahaha..

Suatu saat si Uda menanyakan saya kuliah dimana dst. Hingga akhirnya saya menceritakan teman saya Refi yang orang Kerinci itu. "Oo..Kerinci itu juga Minang itu..Hanya saja sekarang dia ikut Provinsi Jambi," ujar si Uda. Entah mengapa lama-lama jadinya tiap saya potong rambut, saya keingetan si Refi: gaya bicaranya persis sama :D Kemudian setiap saya potong rambut di tempat Uda saya jadi kebayang-bayang rendang. Asli, saya pengen banget makan rendang di tempat aslinya sana. Bahkan ditulis kisahnya segala sama si refi di sini. Bener sih kata Ray, seru kali ya bisa makan makanan daerah asli di tempat asalnya. Saya penasaran sama cerita di koleksi buku saya yang menceritakan kuliner dari Sumatera Barat. Tiap saya buka buku kisah kuliner itu, selera tergugah terus dah.

Salah satu koleksi buku saya yang isinya membahas macam-macam masakan Padang :D 
Padang itu menurut saya identik sama makanan sih memang. Restoran Padang terhampar di seluruh Indonesia. Penyelamat perut dan menu masakannya juga enak-enak. Rendang, lele, telor dadar, ikan. Saya anggap masakan Padang itu spesial karena saya nggak tiap hari makan masakan Padang, hehe. Buat selingan aja. Di kampus saya waktu itu baru nyicip soto padang (dan yang jual asalnya pun sama kaya si Refi,hahaha). Sotonya pakai rempah Padang banget, enaak.. Baru pertama kali nyoba: daging ayam suwirnya banyak dan pake perkedel sama daun bawang. Syedaapp.

Apalagi kalo makan di tempat asalnyaa.... 


Soto Padang Jalan Bateng
Pertama kali ke tanah Sumatera tahun 2011 silam ketika beres wisuda, pergi ke Palembang. Lumayan banyak juga temen-temen dari Sumatera: ada yang dari Aceh, Sumatera Utara, Riau, Sumatera Barat, Jambi, Sumatera Selatan, Bangka-Belitung, Bengkulu, Lampung (lho ada semua ya :v). Semoga suatu saat kesampean lah ya ke Kota Padang, sama ke tempat si Refi juga, Aamiin..

Rabu, 04 Mei 2016

Rasa Betawi di Jagakarsa

Salah satu wilayah paling hijau dan asri menurut saya di ibukota adalah wilayah Jagakarsa di Jakarta Selatan. Suasana lingkungan yang masih banyak pohon membuat kawasan ini menjadi salah satu kawasan hijau resapan Jakarta. Setu alias danau juga banyak ditemukan di kawasan ini, salah satunya ada di dalam kawasan Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan. Di sana, kamu akan menemukan model perkampungan Betawi, bangunan-bangunan budaya, pekarangan, Setu Babakan yang menjadi ikon kawasan, serta tak lupa kuliner khas Betawi. Bisa adem-ademan, duduk-duduk, menikmati semilir angin dan pemandangan setu, mau menikmati pentas seni dan budaya juga bisa. 

Oya jangan lupa, Betawi itu terdiri dari unsur China, Arab, dan Eropa. Jadi wajar kalau kebudayaan yang mereka miliki itu beragam dan unik. Wajah orang Betawi ada yang Arab banget, ada yang China banget. Tapi begitu mereka ngomong tetep kok keluar bahasa Betawinya, hehe..

Ada beberapa taman yang bisa kamu jadikan referensi untuk sekadar rekreasi di Jagakarsa. Taman-tamannya juga bagus-bagus: ada Taman Spathodea, Taman Dadap Merah, Taman Tabebuya (ini saya belum pernah.. coming soon :D) serta melipir ke perbatasan tetangga Kecamatan Pasar Minggu: Taman Margasatwa Ragunan, hehe. 

Pecak Jalan Mohammad Kafi II 


Sambil menunggu kerak telor dimasak, pemandangan si bapak penjual kerak telor ini cukup menarik lho :D

Mau cari kerak telor? Datang aja ke Setu Babakan. Nggak perlu menunggu pas momen Jakarta Fair aja hehe. Ada banyak pilihan jajanan khas orang Betawi yang bisa kamu icip-icip. Saya udah nyoba kerak telor dan bir pletok. Kerak telor enak dimakan anget-anget. Bir pletok, hmm,, rasanya rempah banget, seperti jamu :D Ada juga pecak gurame, soto betawi, dst. Kuliner betawi menurut saya tergolong enak-enak. Dari kecil saya sarapan nasi uduk (saya baru tahu itu khas Betawi), sampe SMA sarapannya nasi uduk. Kadang-kadang saya dapat hantaran laksa betawi (syedaaapp), sayur asem betawi (rasanya gurih maknyus), sama semur jengkol! Ahahahahaah.. Jengkool.. Kalau mau tau penjual nasi uduk itu asli betawi apa nggak, kalo yang asli betawi pasti ngejualin semur jengkol. 

*ngebayangin kenyangnya sarapan, pagi-pagi, makan nasi uduk ama jengkol, buset kenyangnya :v*

Biasanya setiap akhir pekan akan ada pentas seni budaya di Perkampungan Budaya Betawi Setu Babakan, apalagi pas musim liburan anak sekolah. Ramee! :D


Mesjid Baitul Makmur Jalan Srengseng Sawah. Aksen-aksen Betawi menguatkan karakter kawasan yang mayoritas didiami oleh suku bangsa Betawi

Eksterior tempat wudhu. Itu tu namanya gigi balang yang nempel di lisplang :D

Selain kuliner Betawi, di Jagakarsa saya banyak menjumpai bangunan arsitektural yang memakai elemen-elemen khas Betawi. Salah satunya ada namanya Mesjid Baitul Makmur yang 'Betawi banget'. Desain mesjid memakai elemen Betawi gigi balang, kayu, serta dekorasi yang ketika saya berkunjung saya langsung ingat film Si Doel Anak Sekolahan ;D Di kawasan pusat Jakarta, mungkin nggak banyak bangunan khas Betawi yang ditemui. Yang saya ketahui penggunaan dekorasi Betawi gigi balang yang terkenal ada pada halte-halte bus di Jakarta. Perhatikan deh, itu yang bagian runcing-runcingnya yang di pinggiran atap halte. Seenggaknya ada upaya memunculkan nuansa Betawi di Jakarta ini :D 


Pagelaran budaya oleh anak-anak sekolah dasar. Biasanya ketika libur sekolah atau libur semester ramai sekali. 

Bersiap naik ke atas panggung

 Agak susah memang menemukan lokasi yang 'Betawi banget' di kota sebesar Jakarta. Bosan sama Jakarta yang itu-itu aja? Mainlah ke Jagakarsa. Suasana kampung banget, tapi seruu :D

Selasa, 03 Mei 2016

Mahasiswa dari Unhas


Pak Jokowi di dalam istana, kami berfoto di pagar istana, haha

Saya berkenalan seorang mahasiswa sarjana fakultas perikanan dari Universitas Hasanuddin Makassar saat acara simposium dugong lalu di IICC. Saya kira dia datang bersama rombongan, ternyata dia berangkat sendiri :D Untuk ukuran antar pulau, menurut saya dia wow sekali. Seumur-umur saya belum pernah bela-belain ikut acara seminar seorang diri. Mahasiswa Unhas ini tinggal di Makassar tapi punya darah Buton. Nah, kebetulan tulisan yang saya buat bersama Ray, Refi, dan Mas Glory adalah tentang perencanaan ekowisata di Provinsi Sultra, daerah asal si mahasiswa Unhas itu. Setelah presentasi di acara simposium, dia langsung mengajak kami berkenalan. Dia juga bilang bahwa tulisan kami menarik (terima kasih, huahahahaha..)

Sebenarnya ikut simposium dugong ini pun awalnya ketidaksengajaan karena melihat iklan lewat di fesbuk. Langsunglah saya kontak Ray untuk menulis tentang dugong. Topik dugong yang notabene FPIK banget kami 'ramu' agar menjadi lenskep banget. Jadilah perencanaan ekowisata kami yang dibuat dengan susah payah: pake acara sakit, ketikan hilang, dst. Satu kata untuk proses ini: Hrrrrrr.... Selain topik ekowisata, kami juga buat topik tentang dongeng di Sultra terkait dugong. Aini kami pilih sebagai presenter secara dia jago bercerita, bahkan peserta simposium banyak yang tertarik dengan dia, hehe.

Kembali ke mahasiswa Unhas itu, saya, Ray, dan Aini kepikiran untuk mengajak dia jalan-jalan sejenak di Kota Bogor. Waktu dia di Kota Bogor hanya tinggal satu malam selesai acara simposium. Akhirnya kami sepakat mengajak dia jalan kaki muterin Kebun Raya Bogor. Dari IICC, ke Jalan Otista, Lawang Suryakencana, Jalan Juanda, Jalan Jalak Harupat terus belok ke Taman Kencana, Taman McD Lodaya, Jalan Pajajaran, sampe ke IICC lagi. Saking bingungnya kami bertiga cuma bisa ngajak si mahasiswa Unhas itu jalan ngelilingin Kebun Raya sambil mengeluarkan jurus andalan kami setiap ada tamu yang ke Bogor: bercerita tentang sejarah Bogor serta karakter kotanya :D

*mungkin suatu saat kami bisa jadi tour guide resmi Kota Bogor*

Mahasiswa Unhas itu bercerita bahwa dia suka menulis. Apapun dia tulis meskipun tidak tahu. Dia berkata bahwa dia mempelajari dan banyak membaca mengenai tulisan yang akan dia buat. Saya merasa bersemangat mendengar ceritanya. Orang-orang yang bersemangat menularkan energi positif, dan itu sangat menyenangkan :D

Sekitar satu jam kami berjalan kaki santai hingga pukul sebelas malam. Malam itu juga kami berpamitan. Besoknya, mungkin kaki harusnya pegal tapi syukurlah kaki saya nggak pegal-pegal amat. Mahasiswa Unhas itu menelepon kami keesokan harinya sejenak sebelum terbang kembali ke Makassar. "Terima kasih Bang" ucapnya.

Sampai ketemu lagi di lain kesempatan!





Minggu, 10 April 2016

Konser Piano Allevi

Nonton konser? Baru sekali. Dulu konsernya Boi Akih di kampus, jaman saya masih S-1, udah lamaa banget. Itupun ikut-ikutan teman-teman saya. Konsernya pun di gedung GWW. Kalau tidak salah dia aliran jazz apa ya. Ada lagi yang namanya Jazz Goes to Campus, acara jazz masuk kampus. Saya juga males dateng. Bukan tipe yang menyukai nonton ke lapang, berdiri, hahahihi dst sih. Sama temen kelas saya, Sapu, saya juga sering diajak nonton konser biola dll. Tapi saya malas. Di pikiran saya nonton konser harus pakai setelan jas, pantofel, dasi kupu-kupu, duduk, ngantuk. Ndeso bener dah ah saya ini :D

Suatu ketika akhirnya saya diajak Ray nonton konser piano gratis Giovanni Allevi, pianis terkenal dari negeri pizza. Jujur saya males awalnya. Piano. Pasti ngantuk. Tapi karena Ray bilang dia keren dan nggak menimbulkan kantuk (dikira minum obat gitu) akhirnya saya ikutan. Kami mengirim email ke pusat kebudayaan Italia Jakarta lalu mengambil tiket beberapa hari sebelum konser.



Dari sekian banyak pengunjung yang dateng, saya mungkin paling saltum. Sepatu flat, jaket (parno sama dinginnya AC), jeans, kaos. Sebelas dua belas lah sama style-nya Ray. Kami kelewat nyantai sepertinya. Tamu-tamu yang dateng rata-rata pake baju ala-ala pesta Eropa. Ada yang mukanya mirip Thalia, ada yang mirip pemain telenovela, ada pastur, pokoknya saya merasa saya lagi nggak di Indonesia. Ukuran badannya juga kelewat tinggi-tinggi mereka. Makan apa ya mereka, keju, susu, spageti apa ya yang bikin badan jadi jangkung, halah.

Sebelum saya dan Ray masuk, kami mencari Mr Nao Jadi Ray punya kawan Italia, dan kawannya itu menyuruh Ray menemui Mr Nao karena beliau semacam tim-nya Allevi (Kawannya Ray itu udah kenal baik sama si Allevi). Dengan pede-nya saya menegur Mr Nao dengan "Hi I am Pram. Buenos noches" Kemudian Mr Nao agak bingung dan berkata "It is Spanish, not Italian. It must be buona sera" Jreeeng.. Oo.. Ray nahan ngakak. Kena lo Pram, sotoy mau ngomong bahasa Italia yang nongol malah bahasa Spanyol :v

Setelah mengobrol sebentar dengan Mr Nao, saya dan Ray masuk ke dalam ruang pertunjukkan. Hal yang buat saya takjub adalah saya ngeliat piano di tengah-tengah . Piano rumahan saya sering lihat sebelumnya: di rumah Pak Nizar, di rumah Sapu, di rumah temen SMA saya. Tak lama konser dibuka dengan penampilan pianis Indonesia yang memainkan karya Giovanni Allevi, Secret Love. Setelah itu, Allevi muncul dan memainkan karya-karyanya. Di sela-sela pergantian lagu, Allevi menceritakan kisah dibalik terciptanya karya yang ia hasilkan. Karena listening English saya amat kacau, saya berusaha menangkap apa yang dimaksud Allevi. Sementara itu saya melirik Ray di sebelah saya yang tampak mengerti khusyuk menyimak Allevi sambil senyam-senyum. Dalam hati saya "waduh Allevi ini lagi ngomongin apa yaa..gw ga ngertii"

Tampil sekitar satu jam lebih, Allevi memang memukau. Jago banget main pianonya. Meski di tengah-tengah saya sempet tertidur pulas, saya kembali melek berkat disikut Ray. Udah dingin, dengerin piano, lengkap sudah. Di akhir penampilannya, sejumlah panitia dan tamu penting naik panggung, memberikan bunga, lalu berfoto bersama. Allevi tampak terharu dan senang. Oya  dia juga nggak pakai pakaian formal lho, hanya kaos dan jeans kasual (trus kenapa, hahaha).





Selesai acara, kami keluar ruang pertunjukkan. Allevi sudah dikerubuti oleh para fans-nya. Saya dan Ray mendekati kerumuman orang biar dapat tanda tangan dan bisa berfoto bersama. Ray juga bawa CD nya Allevi. Saya ikut-ikutan aja nimbrung :v Cekrekk...foto dah. Allevi orangnya ramah. Udah mau kepala lima, tapi gayanya kaya mas-mas 30-an haha. Kekonyolan berikutnya ketika saya menerima tiket konser saya yang sudah ditandatangani oleh Allevi, "Gracias" ujar saya. Allevi membalas sambil tertawa "Grazie". Oalah,.saya lupa lagi sama kosakata bahasa Italia. Hahahaha.. mau keren-kerenan ngomong Italia malah nyasar Spanyol.

Sukses ya Om Allevi semoga makin mahir main piano :D




Senin, 04 April 2016

Drama Tugas Akhir


Mengerjakan tugas akhir bagi beberapa orang bukanlah masalah. Beberapa orang yang lain, menjadi masalah. Ibarat pintu gerbang, tugas akhir adalah gerbang bagi setiap mahasiswa yang ingin 'keluar' dari kampus. Mungkin baru kali ini saya mengalami masa studi yang diisi dengan berbagai jenis masalah yang lebih kompleks  daripada ketika saya kuliah S-1 dulu.

omomipb sama brahmanagirls :D

Ada yang cepat, ada yang lambat. Ada beberapa faktor utama terkait tingkat kecepatan penyelesaian studi. Ada yang bersumber dari mahasiswanya, dari dosen pembimbingnya, atau memang kondisi luar yang seringkali tidak terduga. Apapun kesulitan yang dihadapi, percayalah, Tuhan bersama mahasiswa tingkat akhir (hehe..ini jeritan hati mahasiswa tingkat akhir yang udah dicetak dibikin kaos :D). Carilah partner in crime kamu dalam mengerjakan tesis. Saya sangat menyarankan ini, khususnya bagi kamu yang nggak bisa belajar sendiri. Buatlah kegembiraan, ciptakan keceriaan. Mengerjakan tesis, frustasi, itu banyak terjadi. Sebagai mahasiswa yang menyandang status 'tingkat akhir' harus menguatkan diri dan tetap memupuk semangat. Carilah dukungan dari keluarga, teman, dan orang-orang terdekat.

Well, pada akhirnya setiap orang akan memiliki 'drama'-nya masing-masing dalam menyelesaikan tugas akhir.  Dan nantinya, drama itu kelak akan jadi kisah yang menyenangkan untuk diceritakan.

Minggu, 13 Maret 2016

Wisata Jalan Kaki di Bogor

Suatu hari, tamu negara yang sudah mengirimi kami ikan teri Sulawesi, Ibu Julia, datang berkunjung ke Bogor. Well, saya dan Ray bertugas menjadi guide Ibu Julia. Awalnya kami berdua bingung, mau ajak Ibu Julia kemana.. Akhirnya tercetus ide untuk mengajak Ibu Julia berwisata jalan kaki mengitari Kebun Raya :D

Rute jalan kaki kami: Stasiun Bogor - Jalan Kapten Muslihat - Jalan Ir H Djuanda - Jalan Jalak Harupat - Jalan Salak - Taman Kencana - Jalan Papandayan - Jalan Padjadjaran - Jalan Otto Iskandardinata - kembali ke Jalan Ir H Djuanda ;D

Jalur Pedestrian di pertigaan Jalan Ir H Djuanda-Jalan Kapten Muslihat. Hati-hati saat hujan, keramik lumayan licin
 Jalan kaki? Siapa tak pernah jalan kaki? Aktivitas menyehatkan ini seharusnya rutin dilakukan. Saya sendiri selalu berusaha berjalan kaki saat mengujungi Bogor. Maklum, waktu saya habis di kendaraan :D Sejak saya SD-SMA, saya biasa jalan kaki sekitar 1 km setiap harinya. Saat saya kuliah di Darmaga, lebih lagi. Saya selalu jalan kaki. Hingga akhirnya budaya saya berubah saat memiliki sepeda motor: saya jadi suka naik motor.

Jalur pedestrian Jalan Kapten Muslihat, di sisi Sekolah Mardi Yuana-Kantor Polisi. Lumayan lebar dan ada jalur untuk penyandang tuna netra 


Jalur pedestrian di Jalan Jalak Harupat
Jalur pedestrian di Bogor ini masih belum nyaman. Sekeliling Kebun Raya, fasilitas pedestrian masih kurang 'lega' (hanya sekitar 1,5 meter lebarnya) dan terasa licin karena adanya tegel keramik yang seharusnya tidak digunakan. Penggunaan tegel keramik seharusnya dihindari karena intensitas hujan yang tinggi memungkinkan pejalan kaki terpeleset. 


Paving di Taman Kencana 
Sepanjang rute yang saya tempuh bersama Ray dan Ibu Julia: ada banyak pemandangan yang menarik. Gereja Katolik dan Sekolah Mardi Yuana, Kebun Raya Bogor dan Istana Bogor, Sekolah Regina Pacis, Taman Sempur dan Taman Ekspresi, Taman Kencana, Kampus IPB Gunung Gede, Taman Jalan Salak, Taman Bogor, FO dan Hotel di sepanjang Jalan Padjadjaran, IPB Baranangsiang, Tugu Kujang, dan Pasar Bogor.

Perjalanan kami berakhir di Gerbang Suryakencana. Ibu Julia melanjutkan naik angkot menuju stasiun dan kami berdua berjalan kaki menyusuri Jalan Ir H Djuanda.



Tak banyak orang yang datang ke Taman Kencana saat hujan tiba. Kalau mau selfie sepuasnya, inilah tempatnya :D


Yang akan kamu lihat saat berjalan di perempatan Jalan Salak-Jalan Lodaya-Jalan Padjadjaran
Tak menampik bahwa berjalan kaki di Bogor saat hujan itu menyenangkan. Wisata jalan kaki adalah wisata murah yang bisa dicoba, hehe. Saya berharap bahwa kedepannya kualitas fasilitas pedestrian di Bogor akan semakin nyaman dan aman. Tidak ada lubang-lubang, keramik pecah dan licin, batang pohon di tengah pedestrian, tiang-tiang besi, listrik, dan rambu, dan seterusnya. Tak mustahil nantinya Bogor akan menjadi kota layak pejalan kaki, bukan? :D

Jalur pedestrian Jalan Padjadjaran, di sisi Kebun Raya Bogor

Ayo wisata jalan kaki di Bogor :D


Gerhana



Foto-foto di atas sama sekali nggak representatif menunjukkan gerhana matahari yak :D Saya dan Refi sedang menginap di Bogor di tempat Ray. Nggak ada niatan mau merayakan gerhana matahari layaknya turis-turis yang pada pergi ke Palembang, Bangka-Belitong, Pontianak, Balikpapan, Palu, atau Ternate sana. Kami punya urusan masing-masing yang menyebabkan kami jadinya berkumpul di kota hujan.

Pagi hari, saya dan Ray keluar kos, melihat gerhana matahari. Refi nggak mau ikutan, katanya ngantuk.

Saya dan Ray nggak modal kacamata hitam atau kaca film. Kebetulan di luar kosan udah ada bapak-bapak dan istrinya udah pake kacamata hitam. "Dek ayo sini dek, udah gerhana tuh, dipakai kacamata hitamnya" ~ kacamata hitam siapa pula.. saya dan Ray ga punya. "Nih coba lihat pake kacamata hitam saya" kata si bapak-bapak itu. Dengan wajah polos saya bilang makasih dan saya coba "Waw.. subhanallah iya Pak keliatan" seru saya.

Konyol banget, udeh nggak modal kacamata item mau nonton gerhana :D

Sekonyong-konyong langit menjadi agak mendung. Separuh matahari tertutup bulan. Kalo kata berita gerhana ini momen langka. Makanya orang-orang pada rela pergi ke kota-kota yang saya sebut di atas untuk menikmati fenomena alam langka tersebut. Banyak turis asing datang ke Indonesia karena kebetulan hanya Indonesia yang mengalami gerhana matahari total ini.

Bersyukurlah Bogor masih kebagian liat gerhana meski hanya sebagian. Banyak-banyak berdoa dan solat gerhana kalo kata sunnah nabi.

Nah, saya dan Ray mau ikut solat gerhana di mesjid tapi udah keburu mulai :O Whew..mau masbuk juga nggak mungkin. Yaudah deh saya ngiterin jalan raya di seputaran Kebun Raya yang lumayan sepi. Selang setengah jam berlalu, matahari pun kembali terik. Balik ke kosan, Refi nanya "gimana gerhananya? Kelihatan" Ahahahaha..

 See you next time, gerhana! :D


Main ke ISTN



Akhirnya saya main ke ISTN, salah satu dari sekian kampus yang punya jurusan Arsitektur Lanskap yang juga jadi tempat si master Ray ngajar hehe. ISTN alias Institut Sains dan Teknologi Nasional ini berada di Kawasan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Asli, tempatnya masih lumayan asri. Dekat dengan lokasi wisata budaya Kampung Betawi Setu Babakan. Lokasi Jagakarsa sepengetahuan saya memang 'kantong hijau'-nya Jakarta Selatan. Ada Kebun Binatang Ragunan (masuk Kecamatan Ps Minggu dan berbatasan langsung dengan Kecamatan Jagakarsa), ada Kampus UP, Kampus Polimedia, Kampus UI serta Gunadarma. Naek Commuter Line juga mudah. Aksesibel banget :D


Saya dan teman-teman datang ke ISTN dalam rangka menghadiri seminar terbuka ISTN yang temanya tentang Wisata Alam, Sejarah, dan Budaya dari Perspektif Arsitektur Lanskap. Pembicaranya adalah temen saya yang udah kesohor dengan buku Student Traveller-nya, Annisa 'Potter' Hasannah, dan gadis Pangandaran, Hanni Adriani :D Bangga rasanya melihat mereka jadi pembicara.
Annisa Potter menjelaskan tentang pengalamannya jalan-jalan ke 21 negara. Waaw.. mupeeng :D. Paling kiri adalah Deria, mahasiswa yang sudah lulus dan meneliti tentang perencanaan Kampung Betawi Setu Babakan, keren dah. Nah sebelahnya ada Digo yang mendesain kampung budaya Padang +lumionnya, mantaap... :D 

Hanni Adriani menjelaskan tentang lanskap pesisir serta pengalamannya yang banyak di bidang pesisir. Manteepp :D Di sebelahnya adalah mahasiswa ISTN yang membahas tentang lanskap kebun binatang (kereen..). Belom pernah ada dah mahasiswa IPB setahu saya yang membahas kebun binatang,,hehe

Dosen di ISTN juga banyak yang dari IPB. Saran saya memang harus ada komunikasi ilmiah antara ARL IPB dengan ISTN karena kebetulan core atau inti pengajaran antara IPB dan ISTN berbeda. Kalau di IPB, sangat saintifik, sangat tanaman (apa coba sangat tanaman? wkwkw) dan konsep-konsep yang ditekankan. Di ISTN yang saya lihat memang kuat di perancangannya, material, dan ada step-step pengenalan serta studio desain yang bertahap. Memang harus ada kolaborasi jadi nantinya lulusan ARL IPB maupun ISTN bisa siap menghadapi permintaan pasar. Sukses! ~

Puding mangga, made by @liebeloly Hahahaha

Oya, satu lagi, teman saya si @madebyliebeloly juga ikutan nimbrung di acara Seminar Terbuka ARL ISTN. Jadi ada semacam bazar kecil-kecilan. Dia jualan kreasi jahitannya yang keren-keren serta jualan puding.  Bahkan ibu-ibu dosen ISTN sempat kagum kok sempet-sempetnya anak pasca IPB bikin acara jual-jualan. Wkwkwk.. Terima kasih untuk Pak Dosen Ray yang udah membawa bala tentara IPB ke ISTN. Semoga ada acara-acara keren bin seru kaya begini lagi kedepannya dah :D

My Kwetiau

Can't wait to taste, can't forget it :)

Hidup saya belakangan sedang banyak masalah. Orang-orang dekat saya bilang, saya mau naik kelas. Amiinn :D Kalo kata Mbak Agnes life is never flat. Okedeh. Salah satu hal menyenangkan yang bisa saya lakukan untuk bikin saya amnesia sama masalah adalah makan. Ahahahaha.. Yeah, makan makanan enak adalah hal yang bikin saya senang. Satu lagi makanan yang masuk list makanan yang membuat hati gembira (lebhayy..) adalah kwetiau goreng. Makanan ini saya makan tepat saat saya berulang tahun. Kurang tahun sih tepatnya, usia saya makin berkurang di dunia yang fana ini :v Sayang sih mau nunjukkin betapa lezatnya kwetiau tapi gagal fokus. Fokusnya malah ke telor ceplok :O Apalah arti sebuah foto, yang penting rasanya bro. Wuiih.. udah enak, kenyaang. Bersyukur bisa kenal sama ahli gastronom kuliner China, master Ray, ahahaha.

Gaya Tunggal adalah nama tempat saya makan kwetiau goreng itu. Tempatnya sebenarnya suram sih, kaya bangunan jaman dulu kala yang udah usang banget. Estetika nggak selamanya menjadi pertimbangan penting. Makan langsung di tempat dengan interior seadanya itu rasanya lebih menyenangkan :D Well, saya nobatkan tempat makan itu sebagai stepping stone saya kalo lagi ke Bogor.


Kamis, 10 Maret 2016

21 tahun yang lalu

Adik saya belum ada kala itu, jadi saya sempat jadi anak bungsu. Katanya orang-orang wajah saya dan kakak-kakak saya mirip mama. Tapi sering juga dibilang saya mirip bapak. Yang di tengah adalah almarhum mbah kung, bapaknya bapak. Mbah kung rajin mengunjungi kami. Saya suka bingung kenapa mbah-mbah itu hobinya keliling-keliling: mengunjungi saya serta rumah om dan bulik saya. Mbah saya itu tergolong sehat; hobinya jalan kaki. Biasa naik angkot sendiri. Jangan bayangkan angkot Jakarta seperti sekarang ini, jaman dulu kala angkot relatif 'menyenangkan untuk ditumpangi' dan jalanan belum semacet sekarang ini. Hobi mbah saya: bawa tas, topi, dan payung.

Kami punya kulkas kecil dan terkadang saya suka ngumpet di dalam kulkas. Rak-rak di dalam dikeluarin dulu beserta isi-isinya, dan ketika orang rumah mereka kaget melihat saya masuk di dalam. Menurut saya dulu kulkas adalah benda hebat. Seperti robot pendingin. Saya suka tidur di depan kulkas yang pintunya terbuka. Meskipun lantai rumah kami adalah lantai jaman dulu kala yang lumayan adem dan cuaca juga masih jelas, saya sering buka pintu kulkas. Seru aja rasanya.

Sekalinya punya mainan gembot (game watch maksudnya), kami bertiga rebutan main, jadi digilir gitu, hehe. Sebenernya saya sih yang paling punya banyak mainan dibanding kakak-kakak saya. Ada kereta-keretaan, pesawat, rumah indian dan pasukannya, helikopter, mobil-mobilan, roller coaster, lego, balok-balok kayu, dll. Tiap saya main saya selalu menumpahkan isi dua kardus mainan saya di ruang TV. Kemudian saya tinggal gitu aja ketika teman-teman saya datang mengajak bermain. Tau-tau pulang ke rumah udah beres aja.



Saya dan kakak-kakak saya pernah sesekali main di Kali Cipinang. Dan jangan bayangkan kondisi Kali Cipinang seperti sekarang ini: Kali Cipinang jaman saya kecil masih bersih. Saya ingat saya nyemplung dan mencari ikan-ikan kecil di tepian sungai. Alirannya tak begitu deras dan masih ada batu kali yang penampakannya seperti di perdesaan :D Di tepi kali ada banyak tanaman jali-jali: sebangsa tanaman mirip padi yang ada biji di ujungnya dan bisa diambil. Kakak-kakak saya dan teman perempuannya biasa membuat mainan kalung. Saya ikutan bantu mengambil jali-jali. Sekitar rumah kami banyak sekali jali-jali. Kata orang tua dulu, rumah kami itu dulunya areal persawahan yang kemudian berubah fungsi jadi permukiman. Jali-jali ternyata juga kerabat padi-padian, jadi tak heran masih ada sisa-sisa tanamannya.

Masih ada tanah lapang untuk kami bermain. Belajar sepeda, kejar-kejaran, lomba 17 agustusan, main layangan, main bola, sampai nonton layar tancap :D Jakarta 21 tahun yang lalu sungguh amat menyenangkan.



Selasa, 01 Maret 2016

Taman Heulang, Bogor

Satu lagi tempat rekreasi asik di Kota Bogor. Taman Heulang namanya. Heulang, artinya elang dalam bahasa Sunda. Nama-nama jalan yang ada di lokasi kebetulan banyak nama-nama burung. Taman Heulang ini lokasinya ada di Tanah Sareal, dekat dengan Warung Jambu Plaza dan GOR Padjadjaran.

 





Tamannya masih lumayan gress, jadi pepohonan juga kecil-kecil. Sabar menanti aja,hehe. Luas taman ini menurut pekerja yang saya jumpai di lokasi adalah sekitar 2 hektar dan tanahnya flat alias datar. Katanya sih dulu ini tanah lapang biasa untuk orang-orang belajar stir mobil. Areal sekitar taman ini ada SMK, dan perumahan dengan halamannya yang masih asrii banget. Ibarat kata mungkin kawasan ini adalah "Kebayoran Baru"-nya Kota Bogor,hehe. Jangan khawatir haus atau kelaperan, tetep ada spot kuliner di sekitar taman












Yang saya suka di taman ini adalah keberadaan panggung yang selain bisa dimanfaatkan untuk berteduh, bisa untuk pentas kecil-kecilan gitu. Ada juga lampu tenaga surya tapi modelnya ajaib, hahaha. Buat yang doyan jogging, lari-larian, mau males-malesan, baca buku, piknik, ngobrol sama temen dll, tempat ini cocok banget buat menghabiskan waktu :D Bosen gak sih ngegaul ke mall mulu? Kan Kota Bogor kota sejuta taman, jadi ayo kita ke taman menikmati alam, hehe.