expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Sabtu, 06 Desember 2014

Ponakan

Kata orang-orang, ponakan saya mirip saya. Warna kulitnya, rambutnya, gaya isengnya, sama mukanya. Sebenarnya dia ini anak kakak perempuan saya,, tapi entah kenapa jadi mirip saya gini hahaha. Sebagai om-om yang tengah jomblo, kehadiran ponakan seenggaknya bisa menghibur (*jones banget :P). 

Di kelas saya, beberapa teman sudah menyandang gelar om-om. Ada Mas Rizki yang punya empat ponakan, ada Refi yang punya dua, dan saya. Tapi mereka sudah punya pasangan, saya sih belom. Bisa dikatakan mereka adalah om-om level expert. Sementara saya masih level madya. Ada juga teman saya Ray, dia lebih muda dari kami dan belum punya ponakan. Saya menyebutnya level om-om pemula, hahaha. Menyandang gelar om-om bukan beban, malah senang. Beban mungkin di wajah (*plak): sudah pantas jadi bapak-bapak, tapi belum berkeluarga. Penyebutan "om-om" terdengar lebih muda dibanding disebut "pak" :D 

Punya ponakan berarti jadi ada teman main dan bisa disayang-sayang. Meski kadang jejeritan kalo ponakan pup dan rewel, hahaha. Ponakan saya selalu bertanya tiap saya sudah pakai ransel dan bawa amunisi buat ke Bogor: "om pam mau ke bodong?" Bodong maksudya Bogor :D. Dia juga heboh setiap saya mau keluar, selalu mau ikutan. Lucunya, dia nggak mau disamakan seperti saya saat ditanya orang-orang rumah "Adek mirip om Pram apa om Adit?" Dengan cepat dia menjawab "Om Adit!". Adit adalah adik saya yang jauh lebih putih dan cakep (hiks*). Yeah kulit saya memang eksotik. Anak kecil aja tahu, hahaha.

Semoga adek tambah cerdas ya. Hehe :*



Om-om dan ponakannya

Minggu, 30 November 2014

Tembang Pusaka

sumber: www.javabossa.blogspot.com

Saya baru mengenal Bossanova Jawa (BJ) pada akhir 2011 lalu, ketika laptop lama saya rusak. Teman saya memperbaiki laptop saya serta memasukkan satu folder grup musik ini ke dalam drive D saya. Sekali mendengar, saya langsung menyukai musiknya. Akhirnya saya suka lagu tipe-tipe jazz seperti ini, hehe. Jujur saya enggan mendengar lagu jazz klasik dan sejenisnya. Jangan pernah suruh saya Mozart, Beethoven, dll. Saya pasti eneg, berlanjut dengan ngantuk. Zzzz..

Saat saya berkesempatan mengunjungi Semarang pekan lalu, saya kembali mendengar tembang grup musik apik ini, yaitu Bengawan Solo. Wow, tembang pusaka! Bengawan Solo adalah tembang pusaka karya Almarhum Mbah Gesang yang sangat saya suka :D

Dan saat itu, saya mendengar tembang pusaka tersebut tempatnya justru di sebuah perguruan tinggi, dalam suatu acara resmi berupa seminar bertemakan pelestarian pusaka. Sungguh saya senang luar biasa, haha (lebay amat saya). Mungkin terhanyut oleh suasana. Lucunya, saat itu saya tiba-tiba seperti sedang berada di dalam sebuah kedai makan jadul sambil ngeteh tubruk :v

Konteks musik saat ini memang cenderung dipengaruhi oleh budaya pop: lagu-lagu yang cepat terkenal, populer, melejit, lantas usang seiring perjalanan waktu. Saya suka juga lagu pop, tapi saya cuma nyari beat nya saja. Saya tidak menemukan keusangan di dalam tembang-tembang yang dibawakan oleh grup BJ. Mereka hanya membawakan lagu-lagu lama, di-retouch dengan gaya musik modern, hasilnya jadi bagus. Dasar lagunya sudah bagus, dibawakan dengan cara yang bagus pula, hahaha. Usang, tapi berkelas. Saya punya teman yang lebih lawas dalam hal lagu. Dia lebih suka lagu yang ngehits pada era orangtua saya, bhahaha..

Konyolnya, selama di Semarang, dalam benak saya ini selalu berdengung-dengun lagu-lagu BJ. Hahahaha..lebhuay.. Entah kenapa dalam pikiran saya tuing-tuing muncul konektivitas antara bangunan-bangunan tua di Semarang, makanannya yang enak-enak, kenangan masa lalu (*eh) dengan iringan tembang pusaka BJ.

#np - Gambang Semarang




Semarang dalam Foto


Tugu Muda dengan latar belakang Gedung Lawang Sewu. Tempat asyik untuk menghabiskan malam akhir pekan menikmati keramaian pusat kota Semarang


Jika Jakarta punya kawasan Kota Tua, maka Semarang punya kawasan Kota Lama. Belanda membangun Semarang di kawasan Kota Lama, Semarang bagian utara. Menurut saya, cukup banyak bangunan peninggalan Belanda di Semarang, sampai-sampai Semarang dijuluki The Little Netherlands


Gereja Blendhuk. Kubahnya khas. Terletak di kawasan Kota Lama Semarang. Merupakan gereja Protestan. Di Semarang akan banyak kau temukan gereja, baik Protestan maupun Katolik. Pastur pertama Indonesia, Soegijapranata, menjadi salah satu nama universitas di kota ini.







Lawang Sewu mungkin ikon paling terkenal dari Semarang. Lokasinya dekat dengan Tugu Muda. Lawang berarti pintu, dan sewu berarti seribu. Merupakan istilah untuk menggambarkan betapa banyaknya pintu yang ada di gedung ini.





Stasiun Semarang Poncol. Ada dua stasiun besar di Kota Semarang: Semarang Poncol dan Semarang Tawang. Semarang Poncol melayani kelas ekonomi, sementara Semarang Tawang untuk kelas bisnis dan eksekutif. Jika keretamu tengah singgah di Stasiun Semarang Tawang, dengarkanlah suara aba-aba khas stasiun Semarang Tawang yang merupakan instrumentasi dari lagu Gambang Semarang.

Cukup banyak masyarakat keturunan Tionghoa di Semarang. Salah satu Klenteng yang terkenal adalah Sam Po Kong. Sayangnya saya tidak sempat kesana. Foto ini merupakan Vihara Buddha di Kawasan Banyumanik, arah ke Ungaran.

Bangunan bersejarah dengan latar belakang bangunan modern.

Jembatan Berok. Berok merupakan salah pelafalan dari kata Brug (bahasa Belanda).