expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Jumat, 25 April 2014

Mengintip Pantai Sawarna

Berpikir untuk jalan-jalan adalah sesuatu yang selalu saya pikirkan setiap hari. Hahaha..yeah sungguh. Selalu ada kepikiran destinasi wisata yang ingin dikunjungi. Bosan banget hidup hanya berkutat di Jabodetabek ini hehe. Ceritanya suatu hari kakak ipar saya menawarkan untuk jalan-jalan ke Pantai Sawarna. Dan itu pake motor - touring! Wow..kebayang sudah asiknya keluyuran ke pantai selatan di Banten itu dengan motor metik pula :D

Pantai Sawarna terletak di wilayah Provinsi Banten, tepatnya di Kecamatan Bayah Kabupaten Lebak. Perlu sekitar 4 jam jika mengendarai motor dari Ibukota. Tim touring kami terdiri dari saya, adik saya, kakak ipar saya dan isterinya (tim touring kecil sih, hehe). Bismillah.. Brrrmmmm..... perjalanan dimulai via Jalan Raya Bogor (dan itu membosankan karena lempeng-lempeng aja treknya, hehe). Memasuki perbatasan Kota Bogor dengan Ciawi, jalanan mulai nggak membosankan. Rute Bogor-Sukabumi yang penun dengan iring-iringan truk tronton dan truk barang seukuran gaban menemani perjalanan. Oya, rute ini juga terkenal macet. Lubang-lubang di jalan menganga menyebalkan. Beberapa kali motor yang kubawa melesap ke dalam lubang (semoga shock breaker ngga kenapa-kenapa). Kami melalui jalur alternatif untuk menghindari wilayah Cicurug yang kesohor macetnya, hehe. Setelah itu kami mengambil jalur Cikidang. 
Jalur Cikidang merupakan jalur alternatif menuju wilayah Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi. Treknya mantapp..nggak bikin ngantuk! Hahaha..hati-hatilah jangan keasyikan tancap gas ya, banyak banget tikungan tajam yang rawan kecelakaan. Tapi, lanskap yang ditawarkan sepanjang perjalanan memang sungguh menawan: pemandangan Gunung Salak, Halimun, serta perbukitan menghampar luas. Banyak kebun kelapa sawit dan karet juga disini. Nguueeenggg...naik..turun.. Mantap dah. Persiapkan fisik badan, fisik kendaraan, serta kewaspadaan ya teman-teman :D. Setelah kira-kira sejam melalui rute Cikidang, kami tiba di Pelabuhan Ratu dan mengambil ke arah Cisolok. Perbatasan Jawa Barat-Banten itu ternyata sungai lho dan ada miniatur menara masjid banten sebagai tugu perbatasan (sayang, ga kefoto :( )

Ooopss.. indikator tangki bensin menunjukkan sudah separuh bensin yang terpakai. Terpaksa deh ngisi bensin yang seliternya Rp 8.000. Nggak lucu juga kalo motor harus mogok sementara treknya luar biasa serem: naek, turun, nembus hutan, sepi pula. Saran saya sih selalu penuhi tangki bensin ya! Kami tiba di Pantai Sawarna sekitar pukul 18.30 WIB. Kami langsung mencari penginapan murah, lumayan dapet yang tiga ratus ribu semalem.

Trek yang naik-turun-nikung, hamparan sawah, ladang, dan hutan, empat jam di jalan, semuanya terbayar saat melihat pantai. Yeahh! :D
Pantai Sawarna memang kurang 'terdengar' jika dibandingkan dengan tetangganya: Pelabuhan Ratu. Dan yang mulai terkenal, Ujung Genteng. Pelabuhan Ratu terkenal dengan pelelangan ikan dan pantainya yang luas menghampar, sementara Ujung Genteng terletak nun jauh di pesisir selatan Sukabumi dan terkenal karena penyu dan ketenangannya. Sebenarnya sih Sawarna ini hanya masalah publikasi dan informasi aja. Infrastrukturnya juga masih kurang. Nggak perlu infrastruktur yang jor-joran juga. Less is good. Wisatawan domestik memang lebih keren sih menurut saya. Kondisi yang secara teori kurang ini itu, nggak berpengaruh nyata. Pengunjung asyik menikmati lanskap pantai..hmmm.. :D
Dengan akses yang relatif sulit dan menantang, nggak menghalangi pengunjung untuk datang. Lanskap Sawarna sebenarnya 'sederhana': ada karang batu yang menjulang, ada debur ombak, ada orang-orang bule yang surfing. Pesan moralnya adalah, lanskap alami dimana-dimana berlaku sama: memberikan fungsi keindahan, hiburan, dan relaksasi bagi manusia. Nggak heran jika banyak sebagian besar orang-orang kota besar yang datang ke sini.


Pantai Karanghawu, Pelabuhan Ratu
Selepas menikmati Sawarna, perjalanan dilanjutkan ke Karanghawu. Pantai ini terletak di Kabupaten Sukabumi. Jawa Barat. Deburan ombak, background perbukitan serta cerahnya langit memuaskan visual saya. Entah kemana perginya itu rasa capek, hahaha.. Oya di sini ada hotel legendaris Inna Beach Hotel. Bagus deh, halaman hotelnya laut (Byurrr.,basah dong, wkwk). Sayang nggak saya foto. Padahal bagus lagi sunset, hehehe.
Pualngnya kami melalui rute yang sama, via Cikidang. Brrm... Memang banyak cara untuk berlibur. Nggak perlu mahal. Dan setiap jengkal tanah di Indonesia bisa dibuat wisata. Wisata..I love it!




Selasa, 22 April 2014

Manuver Pemotor dan Jalan Baru Bogor

Akhir-akhir ini tiap perjalanan ke kampus, saya sering liat kecelakaan motor. Yeah, tingkat kecelakaan motor memang paling tinggi. Makanya kakak-kakak perempuan saya nggak diijinin pakai motor sama Bapak. Saya juga kurang setuju sama pengendara motor perempuan..hehe,,maap bukannya rasis, tapi pengendara motor perempuan kebanyakan agak 'mengerikan' dalam artian mereka sering salip sana-sini dan doyan main klakson. Nyalipnya itu woww..nggak pake acara nengok kiri-kanan langsung whusss.. Dan anehnya mereka suka main klakson toet-toet.. Kadang suka memaklumi c kalo mbak-mbak atau ibu-ibu main klakson yang-tidak-pada-tempatnya. Sabar..

Jenis motor yang umum saya temui di jalan yaitu: motor bebek, motor skuter matik, dan motor gede. Sebenernya ada banyak jenis motor sih tapi ya tiga jenis itu yang sering saya temui di jalan. Makin hari, motor memang makin liar sih. Seperti terburu-buru dan tergesa. Mereka umumnya nggak sabar untuk jadi yang terdepan. Lampu lalu lintas belum hijau pun berani mereka terobos,,brmmm.. Waduh. hati-hati aja deh kalo ketemu tipe pemotor yang urakan macam begini.

Fenomena pemotor yang saya sering jumpai adalah tergesa-gesa, serobot sana-sini, nyelap-nyelip. Manusiawi banget kok. Semua ingin cepat sampai ke tempat tujuan. Tapi memang kebanyakan jadi sosok yang beringasan ketika ada di rimba jalan. Manuver yang tidak wajar.

Lingkungan membentuk karakter seseorang. Karakter kota yang keras, serba berelemen keras, serba dituntut cepat dan tingkat polusi tinggi, belum lagi tekanan batin, pikiran, pekerjaan, maupun urusan pribadi, tentunya berperan dalam meningkatnya fenomena pemotor yang beringasan. Nggak usah jauh-jauh, coba deh ke Jakarta. Rasakan sensasinya jalanan di Jakarta.

Yang punya motor nyalahin mobil (huuu..pake mobil sendirian. Bodi gede tapi isinya cuma satu orang..). Yang punya mobil pun nyalahin motor (dasar motor, bawa kendaraan nggak pake aturan..) Begitulah.

Dan menurut saya, Bogor Kota sudah mulai menuju dan 'meniru' Jakarta, khususnya pada kawasan yang bersinggungan dengan titik-titik pembangunan jalan. Yang sering saya lalui adalah kawasan Jalan Baru, dimana tiba-tiba saya seperti melihat "Jakarta" di Bogor Kota. Ada flyover, underpass, jalan tol, gerbang tol, rambu-rambu yang mengancam, lampu jalan yang tinggi-angkuh, tiang-tiang reklame yang mengotori pemandangan. Kawasan ini terasa 'gersang', gersang fisik maupun jiwa. Elemen-elemen keras berterbaran, sementara elemen-elemen hijau yang menenangkan mulai perlahan hilang. Hal ini diperparah oleh perilaku pengendara kendaraan yang juga makin liar. Semua kendaraan memang melalui kawasan Jalan Baru ini. Melimpah ruah. Sebenernya sedih juga liat pembangunan di kawasan ini yang makin bagus. Ironis sih, infrastruktur membaik tapi nuansa 'Jakarta' tampak makin nyata.

Jika kamu pengendara kendaraan, apapun jenisnya, cobalah untuk taat peraturan lalu lintas dan tidak merugikan orang ya. Setidaknya nggak memperburuk keadaan :)


Mabok eco

Beberapa istilah eco yang pernah saya baca, lihat, dengar, dan bikin sendiri (halah..) coba dirangkum dalam catatan nggak penting ini:

Eco-friendly : ramah lingkungan; siapa saja disambut dengan senyuman (mari mas,, mbak,, silahkan dinikmati hidangannya..)
Eco-design : desain yang memperhatikan keberlanjutan lingkungan (kursi rotan, meja dari bambu, rumah adat, budaya *eh)
Eco-persepi: persepsi seseorang terhadap ekologi
Eco-aesthetic: keindahan yang ekologis, berkelanjutan
Eco-sexy: yang ini mah istilah tetangga blog saya =__= ; kondisi seseorang yang memakai baju batik yang ukurannya kekecilan
Eco-flush: toilet yang bisa membilas dengan takaran air yang efisien
Eco-couple: pasangan yang bisa memanfaatkan alam untuk berkencan (ini nemu di majalah)
Eco-tourism: wisata berbasis ekologi; minim kerusakan agar berkelanjutan (lanjuut..)
Eco-feminisme: hmm,, ini istilah di kuliah.. tapi yang kebayang aini-aini gitu. Mungkin istilah untuk wanita yang feminin yang sadar ekologi kali ya?
Eco-house: rumah yang ekologi
Eco-logy: mata kuliah yang ada di lenskep
Eco-man: manusia yang berpikiran ekologi

Eco Satrio Danakusumo: nama orang =_+

Bipolar feeling

Untunglah ada temen ngasisten yang juga suka doyan makan dan ngemil (terus kenapa..hhaha). Perhatian ke dosen hanya sekelebat mata saja. Kebanyakan curi-curi waktu buat ngobrol. Praktikum kali ini belajar kata bipolar. Yeah, dua kata sifat  yang merupakan lawan kata. Kata bipolar digunakan dalam metode semantic differential untuk melakukan penilaian keindahan. Konyolnya, praktikan di kelas ada bikin kata-kata bipolar yang nggak umum seperti suci - ternoda, indah - seronok.. hrrrr.. Yeah, praktikan saya ini adalah angkatan di bawah saya yang beda banget sama angkatan saya. Mereka sangat rajin dan rajin bertanya. *geleng-geleng kepala *tobat *ada apa dengan mereka ya.

Okey, saya udah dapet materi bipolar ini tahun lalu, pada jam dan tempat yang sama. Kata bipolar..hmm..yeah bipolar feeling yang kurasakan saat ini mungkin:

lapar - kenyang
bosan - seru
sepi - ramai
kampus - kosan
kota - desa
jalan-jalan - nggak jalan-jalan
nulis - nggak nulis
statistik - nggak statistik
ngeblog - nggak ngeblog
ngemil - ngemil
ngemil - ngemil
ngemil-ngemil

Huff..tiga kata terakhir adalah kata yang nggak ada bipolarnya buat saya. Bodo ah, ngemil banyak yang penting besok pagi lari. Seenggaknya perut nggak buncit-buncit amat. 





Menggendut dan instagram.

Sepertinya orang stres itu kemungkinannya cuma ada dua: kalo nggak menggendut, ya mengurus (EYD-nya udah bener belum ya). Tapi sepertinya menggendut yang tepat buat saya, soalnya akhir-akhir ini dan sepertinya untuk beberapa waktu ke depan saya rajin mengemil. Apa saja dicemilin. Dan timbangan pun menunjukkan angka berkepala tujuh,, rrrr..
Lucunya, saya punya partner in crime untuk masalah ngemil-mengemil. Sebut saja Icha, 24 tahun. Teman saya yang baru pulang dari negeri samurai ini doyan banget ngemil. Hahahah..merasa ada teman sependeritaan (apanya yang menderita). Ngemil itu bukan dosa :P Yeah, Icha rajin mengirim foto-foto masakan dan makanan yang seru-seru. Mau nggak mau saya sering merasa lapar. Nggak apa-apalah. Kalo urusan referensi makanan unik dan bernilai sejarah warisan ada tetangga blog saya (hehehe), nah kalo referensi makanan yg tampilan menarik mungkin Icha jagonya. Gantian deh saya balas dengan mengirim makanan-makanan yang sepertinya biasa aja seperti risol, lontong, serba gorengan. Percakapan yang terhubung jadinya kocak sih, selalu dalam kerangka berpikir "makanan/cemilan" bhahaha.. Ternyata hidup ini lucu. Tak cukup berteman dengan tetangga blog saya, dimana saya dan dia selalu terhubung dalam kerangka berpikir "budaya". Budaya,,wisata,,bhahaha *mabok.
Yeah,, jaman makin canggih. Apa-apa di-instagram-in. Diburek-burekin, dikasih frame, dibuat terasa tempo doeloe, seakan-akan bersejarah *eh, dan jadinya tampak elegan. Kebetulan saya adalah pendatang baru yang lagi doyan maenan instagram. Lama-lama saya mikir kenapa foto mesti dipalsukan dengan efek-efek ya?? Ya supaya bagus lah. Dan lama-lama, saya merasa bahwa tanpa filter sejatinya lebih baik. Hanya foto. Efek hanya pemanis, bukan esensi (halah..) Dan kemudian saya jadi malas buka twitter (biasanya rajin liat berita terbaru), malah seneng buka instagram. Dasar, anak sok gahul (note to myself :P). Dan punya instagram memang bikin gendut. Yang difollow malah instagram makanan..cemilan.. rrrrrr....