expr:class='"loading" + data:blog.mobileClass'>

Senin, 01 Juni 2015

Komunikasi

Katanya, komunikasi itu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dalam hubungan seorang manusia dengan manusia lainnya, perlu adanya komunikasi, baik verbal maupun nonverbal. Karena manusia itu bukan Tuhan yang tahu segalanya, kau harus menyampaikan apa yang ingin kau mau kepada orang lain bukan?

Komunikasi dengan orang tua atau dosen, misalnya, tentu akan berbeda dengan teman sebaya atau kenalan baru. Saya cenderung 'bersikap' jika berkomunikasi dengan beliau-beliau itu. Komunikasi dengan teman sebaya tentunya jauh dari kata kaku: kau bisa ngobrol sesukamu tanpa perlu khawatir lawan bicaramu akan merasa tersinggung. Bahkan sampai ada istilah curcol alias curhat colongan (curhat itu sendiri juga singkatan dari curahan hati). Ya termasuk saya ini, curcol via ngeblog :D

Jangan lupa, tiap orang itu berbeda. Adakalanya bercandaan dengan teman justru berujung pada kesalahpahaman. Atau bahkan, pesan via ponsel juga diinterpretasikan lain. Well, yeah, manusiawi kok. 

Dalam hubungan pertemanan, seringkali timbul dengan apa yang disebut sebagai miskom, alias miskomunikasi. Bagusnya, jika hal itu bisa sesegera mungkin diselesaikan dengan waktu yang tepat. Tetapi, tak bisa dihindari bahwa kadang hal tersebut juga dapat berlarut-larut. Ruwet. Apalagi, berbicara manusia sebagai objek yang punya rasa, tentunya harus diperhatikan cara penyampaian kita agar pesan yang ingin kita utarakan tidak menimbulkan salah penafsiran.

Ada orang yang punya masalah komunikasi, dan berlarut-larut. Jujur, saya sangat tidak mau seperti itu. 

Sebagai orang dengan tipe yang bukan ingin berlarut-larut dalam masalah komunikasi, adakalanya hal ini membuat saya pusing. Usia saya sudah tidak muda. Semakin tambah usia (ada yang bilang sebenarnya berkurang usai) tentunya tanggung jawab serta pola pikir juga harus berubah. Permasalahan komunikasi memang sudah seharusnya saya lawan dan saya atasi sedemikian rupa agar tidak mengganggu hubungan saya dengan orang-orang di sekitar saya.

Sekali lagi saya, Anda, bukanlah Tuhan yang bisa tahu hati dan pikiran orang kan?

Tak menjamin pula bahwa berkomunikasi menyelesaikan masalah. Setidaknya, komunikasi adalah jembatan terbaik untuk memahami apa yang tengah terjadi. Setidaknya, ada informasi yang tersampaikan, ada maksud yang terucapkan, ada keluh-kesah yang didengarkan. Sehingga dari sekian informasi, pesan, maksud dll itu, dapat dipikirkan tindak lanjut berikutnya. Banyak orang yang berbicara untuk didengarkan lawan bicara, tapi sedikit yang berusaha memahami maksud lawan bicara.








Tidak ada komentar :